Lihat ke Halaman Asli

Hamdali Anton

TERVERIFIKASI

English Teacher

Negeri Pemuja Isi Kepala

Diperbarui: 19 Juni 2022   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari Shutterstock via KOMPAS.com

Pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan seratus persen tentu menjadi hal yang menggembirakan. Meskipun durasi pembelajaran belum sepenuhnya normal seperti sebelumnya, namun paling tidak, tanggung jawab mendidik dan mengajar kembali ke tangan guru (mendidik tetap tanggungjawab utama orangtua, tapi banyak orangtua yang tidak tahu kewajibannya).

Harapan peserta didik mendapatkan proses belajar mengajar yang menyenangkan? Sepertinya masih belum menjadi kenyataan.

Brian (bukan nama sebenarnya) adalah salah satu peserta didik yang merasakan kalau "ternyata" proses belajar mengajar tetap membosankan dan sarat dengan tugas atau pekerjaan rumah (PR).

Murid les yang berstatus pelajar kelas tujuh di salah satu SMP di Samarinda ini, seakan tidak punya pilihan lain setelah pulang sekolah. PR sudah menumpuk. Parahnya, esok hari, PR harus sudah diserahkan kepada guru mata pelajaran yang bersangkutan.

Seperti contohnya, pada hari Selasa, 24 Mei 2022, saya mengajar Brian pada jam 13.30 Waktu Indonesia Tengah (WITA). PR Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sudah menanti. Jumlahnya sekitar empat puluh soal, gabungan dari Pilihan Ganda (PG) dan Uraian.

Dua jam lebih mengerjakan. Melelahkan.

Esok hari, Rabu, 25 Mei 2022, saya menanyakan perihal seabrek tugas yang dituntaskan sehari sebelumnya.

Apakah Anda bisa menebak apa jawaban Brian?

"Gurunya tidak bisa ngajar, Pak. Cuma kasih tugas. Bilangnya, ada urusan," jawab Brian singkat.

"PR kemarin tidak dikumpul ?" tanya saya lagi. 

"Nggak," jawab Brian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline