Lihat ke Halaman Asli

Munawar Khalil

ASN, Author, Stoa

Disrupsi dan Evolusi dalam Dunia Pendidikan

Diperbarui: 30 Juli 2021   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: dokumen pribadi

Lembaga pendidikan formal sebaiknya mulai menata sistim pembelajaran yang bisa menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kondisi saat ini dan akan datang, jika tidak ingin ketinggalan atau ditinggalkan. Sederhananya, membuat bagaimana proses belajar mengajar itu bisa menarik karena isinya mampu membentuk pembelajar yang setelah lulus bisa langsung mengaplikasikan ilmunya ke dalam dunia kerja yang kompetitif. 

Dengan teknologi informasi yang sudah meluas saat ini, stock of knowledge tidak lagi semata-mata hanya melalui saluran tunggal lembaga formal dengan rutinitas kelas dan tugas-tugas yang kaku. Tapi, ilmu dan wawasan sekarang bisa dengan mudah kita temui lewat kanal-kanal yang bertebaran dimana-mana seperti youtube, facebook, google schoolar, dan webinar zoom meeting yang dikelola pegiat medsos. Sekarang ada beberapa penggerak pendidikan yang mendirikan lembaga pendidikan resmi khusus online. 

Kelebihannya, waktu dan pemilihan topiknya bisa ditentukan sesuai minat penggunanya. Bahkan, semua algoritma kanal-kanal tersebut muncul di layar gadget kita mengikuti jenis topik terakhir kecenderungan channel yang kita buka. Pengetahuan dalam SKS yang biasanya kita selesaikan dalam waktu 1 semester, sekarang bisa masuk ke dalam otak kita hanya dalam waktu 2 jam jika kita punya daya tangkap dan nalar yang baik.

Individu telah benar-benar dipandu oleh alat dan teknologi. Artinya transfer pengetahuan sebagian tidak lagi terikat oleh institusi ataupun lembaga pendidikan formal tadi. Dan sebenarnya konsep pembelajaran seperti ini cukup baik mengatasi problem minat baca masyarakat kita yang sangat rendah.

Kita juga harus tahu. Jika saat ini ada beberapa perusahaan berbasis teknologi informasi menerima tenaga kerja apply tanpa mewajibkan ijazah dengan syarat cukup menguasai beberapa program content creator. Bekerjanya di rumah dengan jam yang bebas menyesuaikan order, namun penghasilannya luar biasa fantastis. 

Fakta di atas menunjukkan bahwa kita semua harus merubah mindset pembelajaran kepada pembentukan community development dan social interaction yang menarik menyesuaikan minat siswa dan perubahan deman. Sehingga kita tidak lagi berfokus pada model pembelajaran yang kaku, dan faktanya sering gagal menghasilkan lulusan dengan kualitas terapan, yang tujuannya agar begitu lulus langsung bisa bekerja. 

Begitu juga orientasi lembaga pendidikan yang mahal, profit oriented, favorit atau bukan, harusnya tidak lagi kita unggulkan. Apalagi ketika siswa terlambat membayar SPP harus ditagih karena kurangnya kemampuan. Bukankah kita tidak ingin mereka di masa depan hanya akan menjadi robot-robot pekerja atau bahkan pengangguran?.  Karena kurikulum kita sejak awal sudah di design untuk menciptakan kumpulan labor (pekerja), bukan pencetus ide, karya, maupun gagasan. 

Hasilnya? Kita lihat sekarang, orang miskin mati-matian bersaing dengan sesama yang miskin. Sementara yang kaya bekerjasama dengan sesama orang kaya supaya tidak ada kesempatan bagi orang kaya baru masuk dalam lingkaran mengurangi penghasilan mereka.

Sad? But true. Begitulah, di era disrupsi dunia bergerak serta berubah dengan cepat. Jika tidak kita imbangi kita akan jauh ketinggalan, dan akan terus menjadi negara berkembang dengan kualitas pendidikan yang kurang menggembirakan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline