Lihat ke Halaman Asli

Leonardi Gunawan

TERVERIFIKASI

Karyawan

Strategi Marketing Minimarket Kalahkan Toko Kelontong

Diperbarui: 4 April 2017   16:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - belanja di minimarket (Shutterstock)

Dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini, minimarket sudah sangat menjamur di Indonesia. Bukan hanya di ibukota provinsi di Jawa, Sumatra, dan Bali, tetapi sudah merasuk ke seluruh wilayah Indonesia, bahkan ke daerah-daerah kabupaten yang mungkin sebelumnya tidak pernah terpikir oleh masyarakatnya. Di Jakarta mungkin di setiap 100 m telah berdiri minimarket. Sampai-sampai ada program pemerintah untuk membatasi maraknya berdirinya minimarket.

Menarik mencermati apa yang membuat minimarket ini sangat berkembang begitu cepat. Strategi apa yang membuat para pembeli mau masuk ke minimarket dibandingkan toko kelontong konvensional? Penulis coba mencermati beberapa hal pokok yang membedakan minimarket dan toko kelontong sehingga pembeli lebih memilih berbelanja ke minimarket. Keempat hal tersebut adalah:

1. Harga bukan masalah (lebih baik mahal daripada tertipu)

Stigma yang kadang masih melekat di benak pedagang konvensional adalah pembeli akan datang kalau harganya murah. Sebenarnya hal itu tidak salah, tetapi harga murah sekarang ini kelihatannya sudah tidak relevan untuk menarik pembeli. Apalagi kalau harus bicara persaingan dengan minimarket modern tersebut. Harga-harga di minimarket tersebut kadang lebih mahal daripada yang ditawarkan di toko kelontong, tetapi mereka tetap memilih belanja di sana. Faktor apa?

Selain karena mungkin selisihnya tidak terlalu signifikan terhadap nilai barangnya, satu hal yang mendasari pembeli adalah KEPASTIAN HARGA. Hal inilah yang kadang diabaikan oleh toko kelontong. Mereka kadang melihat pembeli dahulu, siapa yang membeli. Prinsip mencari keuntungan setinggi-tingginya dengan modal serendah rendahnya langsung dipakai. Merasa pembeli adalah orang baru, atau cuma orang yang mampir dan bakalan tidak bakalan mampir lagi, harga yang dipatok menjadi aneh. Yang biasa dijual Rp 1.000,- dijual menjadi Rp 2.000,- seolah-olah kecil.

Tetapi ketika sang pembeli tahu bahwa di minimarket harganya Rp 1500,’ toko kelontong tersebut sudah dicap mahal. Dan pembeli merasa tertipu. Dalam kesempatan lainya dia akan berpikir lebih baik beli di minimarket saja. Untuk menghindari hal tersebut sebaiknya pemilik toko kelontong memberikan list harga barang yang sesuai yang tidak berubah-ubah sesuai dengan mood. Sebab pembeli lebih rela membeli dengan harga yang lebih mahal sedikit daripada dibohongi.

 

2. Kenyamanan memilih barang (kami pembeli, bukan pencuri)

Pernahkah Anda merasa nyaman berbelanja apabila baru menginjakkan kaki ke dalam toko langsung diberondong pertanyaan, “Mau beli apa?” Setelahnya Anda diikuti ke mana pun kaki melangkah di dalam toko seolah-olah Anda dicurigai sebagai pencuri? Atau Anda memilih toko yang ketika masuk ke dalam toko diberi salam, “Selamat berbelanja.” Selebihnya terserah Anda, seolah-olah Andalah pemilik toko tersebut, mau ke sana-sini dalam toko, mau membandingkan barang ini terhadap barang itu. Bahkan kalaupun Anda cuma sekedar mencari udara dingin dalam toko tersebut, sah–sah saja tidak ada yang menegur atau memperingatkan.  

KENYAMANAN MEMILIH BARANG kadang hilang apabila kita berbelanja di toko kelontong. Padahal, kepuasan pembeli kadang adalah apabila dia membeli barang setelah puas membandingkan/memilih barang yang menurutnya pas dengan kebutuhannya. Dan hal itu kadang membutuhkan waktu. Dengan adanya keleluasaan waktu memilih, kadang pada saat berjalan santai di lorong barang, baru teringat bahwa ada barang yang harus dibeli. Hal semacam ini kadang tidak ditawarkan oleh toko kelontong konvensional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline