Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Diskusi Bahasa: "Gerejawi" versus "Gerejani"

Diperbarui: 29 Oktober 2018   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pada pengujung Bulan Bahasa, saya tersentak akan sebuah tulisan yang intinya menggugat pemakaian terminologi "gerejani" oleh agama Katolik. Dengan sejumlah argumentasi bahasa yang cukup komprehensif penulis ini mengatakan bahwa bentuk yang benar (yang baku) adalah "gerejawi". Tulisan lengkap (tanpa mengubah sejumlah huruf kapital yang dikalamkan oleh penulisnya) akan saya lampirkan di bawah ini. Saya akan memberikan komentar setelahnya. Berikut inilah tulisan tersebut.

GEREJANI atau GEREJAWI?

Sejujurnya saya menyampaikan apresiasi yang sangat besar terhadap umat Katolik yang saat ini mengadakan ajang paduan suara tingkat nasional pertama kalinya dalam kegiatan yang dinamakan Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Nasional, pada 27 Oktober 2018 hingga 2 November 2018, di Ambon.

Akan tetapi, dari segi kebahasaan, sangat disayangkan penggunaan istilah "GEREJANI" yang TIDAK TEPAT dalam penamaan kegiatan besar dan resmi tersebut. Pertanyaan pertama yang langsung muncul, apakah penamaan kegiatan Katolik ini hanya sekadar "meniru" atau "ikut-ikutan" penamaan kegiatan Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional? Pesparawi sudah didirikan kira-kira 30 tahun lalu, yang diinisiasi oleh umat Protestan. Pada 27 Juli-4 Agustus 2018 lalu, mereka sudah mengadakan Pesparawi ke-12 di tingkat nasional di Pontianak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V, dijelaskan bahwa bentuk kata baku yang BENAR adalah "GEREJAWI", bukan "gerejani", yang artinya bersifat atau berkenaan dengan gereja. Lalu, mengapa muncul kata "gerejani"? Pertanyaan berikut, mengapa umat Katolik suka dengan istilah "gerejani" ini, misalnya penamaan wilayah keuskupan dengan menggunakan provinsi "gerejani", musik "gerejani", dll.?

Dalam bahasa Indonesia, kita kenal kata-kata dengan akhiran (sufiks) --i, -iah dan --wi. Sufiks ini berasal dari bahasa Arab, yaitu sebagai pembentuk atau penanda kata sifat, dengan makna berhubungan dengan, mengenai, bersifat. Contoh: alami, alamiah, badani, badaniah, abadi, rohaniah, duniawi, surgawi, dll. Di samping itu, kita mengenal juga kata-kata badan, insan, alam, dunia. Jadi, ada dua macam bentuk yang kita pungut dari bahasa Arab yaitu bentuk dasar dan bentuk dengan akhiran --i, -iah atau --wi.

Akhiran --i, -iah atau --wi dari bahasa Arab itu bukan tiga akhiran atau tiga macam akhiran, melainkan satu akhiran karena ketiga-tiganya mewakili satu morfem. Perbedaan bentuknya itu timbul karena lingkungan yang dimasukinya berbeda. Bila kata dasar berakhir dengan konsonan, dalam contoh di atas /n/ dan /m/ maka akhiran yang muncul ialah --i atau -iah, sedangkan bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/, maka yang muncul ialah --wi.

Melihat penggunaan akhiran --i, -iah, dan --wi dalam bahasa Indonesia dewasa ini, dapat dikatakan bahwa akhiran itu sudah menjadi akhiran bahasa Indonesia karena akhiran itu sudah dilekatkan pada bentuk-bentuk dasar lain yang tidak berasal dari bahasa Arab. Kita mengenal bentuk bahasa Indonesia surgawi, manusiawi, bahkan agamawi. Bentuk-bentuk dasar berakhiran --wi itu bukan dari bahasa Arab, melainkan kata Indonesia yang berasal dari bahasa Sanskerta.

Sepatah kata yang sudah jadi SALAH KAPRAH dipakai saat ini, tetapi salah pembentukannya ialah kata "gerejani" tersebut. Agaknya bentuk ini dianalogikan kepada bentuk insani dan badani yang bentuk dasarnya insan, badan. Jadi, akhiran yang melekat pada bentuk dasar itu ialah --i bukan --ni, sedangkan pada gerejani ialah --ni. Akhiran --ni yang dipungut dari bahasa Arab tidak ada. Kata-kata itu berasal dari bahasa Arab insaniyyun, badaniyyun. Kata rohani berasal dari rohaniyyun, bukan bentuk dasar "roha" diberi akhiran --ni.

Demikian pula, dalam bahasa Indonesia tidak dikenal akhiran --ni!

Kata gereja berasal dari bahasa Portugis berakhir dengan vokal /a/. Analogi yang tepat ialah bentuk duniawi (dunia+wi). Jadi, bentukan yang tepat ialah gerejawi seperti contoh lain surgawi (surga+wi) dan manusiawi (manusia+wi).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline