Lihat ke Halaman Asli

Gustaaf Kusno

TERVERIFIKASI

Humor Anekdot Bahasa Palembang

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13418214671602338923

[caption id="attachment_193248" align="aligncenter" width="640" caption="jembatan ampera (ilust flickr.com)"][/caption]

Mendengarkan orang berbahasa Palembang sepertinya cukup mudah untuk dipahami. Bahasa ini secara garis besar adalah perpaduan antara bahasa Indonesia (baku), bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Persamaan dengan bahasa Jawa misalnya pada istilah ‘abang’ (merah), ‘banyu’ (air), 'dulur' (saudara), ‘iwak’ (ikan), ‘lanang’ (laki-laki), ‘melok’ (ikut), ‘metu’ (keluar), ‘rai’ (wajah), ‘butek’ (keruh). Persamaan dengan bahasa Melayu seperti ‘awak’ (kamu), ‘balam’ (karet). Namun justru karena saking miripnya dengan langgam bahasa Indonesia, orang sering ‘salah tangkap’ memahami lawan bicaranya dan tentu berujung pada kekonyolan.

Contoh kelucuan dialog saling silang bisa Anda dengarkan berikut ini. Seorang bapak yang bukan orang Palembang berkonsultasi kepada kerabatnya yang kebetulan adalah seorang dokter asal Palembang. Bapak ini baru membeli obat resep untuk anaknya yang mengalami gangguan lambung. Dia bertanya kepada dokter kerabatnya apakah obat ini aman untuk dikonsumsi oleh anaknya. Setelah menilik label pada obat itu, si dokter pun berkata: “Ya aman, asal nggak kalahan aja”. Dengan wajah penuh tanda tanya si bapak ini bertanya: “Hah, apa yang bisa mengalahkan obat ini?” Harap dimaklumi, bahwa ‘kalahan’ dalam bahasa Palembang bermakna ‘alergi’, jadi tak urusan dengan kalah atau menang. Dalam bahasa Malaysia juga dipakai istilah ‘alahan’ dengan makna yang sama yaitu ‘alergi’.

Istilah Palembang yang  juga menimbulkan kekocakan adalah kata ‘mising’. Sebagai dokter gigi tentara yang ditugasi untuk memeriksa kesehatan gigi calon bintara dan tamtama, saya akan menggunakan istilah bahasa Inggris ‘decay’ (gigi keropos), ‘missing’ (gigi yang hilang/sudah dicabut) dan ‘filling’ (gigi yang sudah ditambal) untuk dicatat oleh asisten pemeriksa. Jadi, misalnya saya akan mengatakan ‘missing’ dua, ‘filling’ tiga (gigi yang dicabut ada dua, yang ditambal ada tiga). Namun repotnya, ‘mising’ ini dalam bahasa Palembang ada arti lain yaitu (maaf) ‘berak’ atau ‘buang air besar’. Sepertinya ada kemiripan dengan bahasa Jawa yaitu ‘ngeseng’. Alhasil, setiap ada seleksi penerimaan tentara, selalu ada wajah-wajah yang tersenyum geli, mendengar saya berujar ‘mising-mising’ berulang kali.

Kata lain yang bisa ‘misleading’ adalah istilah ‘uji’, misalnya pada kalimat ‘Ujinyo idak lulus’. Kata ‘uji’ ini dalam bahasa Palembang artinya ‘ujar’ atau ‘berkata’, jadi tak ada sangkut pautnya dengan ‘ujian’ atau ‘tes’. ‘Ujinyo idak lulus’ bermakna ‘Katanya tidak lulus’. Lalu ada juga istilah ‘beguyur’. Janganlah dibayangkan sebagai membasahi badan dengan menyiram air dari pancuran (diguyur). Karena ‘beguyur’ bermakna ‘bertahap’ alias ‘sedikit demi sedikit’ (tidak sekali gus).

Suatu hari seorang ibu datang membawa anaknya ke praktek dan berkata: “Gigi anak aku tingkik, dia ringam’. Gigi yang ‘tingkik’ adalah gigi yang bertumpuk atau dalam bahasa Jawa dinamakan dengan ‘gingsul’. Istilah ‘ringam’ tak sedikit pun berkaitan dengan kata ‘ringan’, karena ‘ringam’ semakna dengan istilah Jawa ‘risih’ alias ‘tak nyaman’. Kalau di restoran, orang Palembang minta ‘pipet’ janganlah kita mencarinya di apotik, karena ‘pipet’ di kota pempek ini tak lain tak bukan adalah ‘sedotan’ untuk minuman.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline