Lihat ke Halaman Asli

Gus Noy

TERVERIFIKASI

Penganggur

Tempat Belajar Bertoleransi yang Nyata, Rasional, Ideal dan Potensial

Diperbarui: 30 Mei 2017   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semua tempat adalah sekolah

Semua orang adalah guru

--- Claudius, ditulis ulang oleh Roem Topatimasang dalam Sekolah itu Candu ---

Dalam naungan Pancasila dan panji “Bhinneka Tunggal Ika” kemajemukan (heteroginitas) Indonesia sebenarnya tidak ada masalah dengan toleransi. Alasannya, perihal toleransi sudah diajarkan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) sejak 17 Agustus 1945 bahkan sebelumnya melalui Soempah Pemuda 1928.

Para pengelola negara pasti pernah mendapat pendidikan formal bermata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau kemudian menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sebagian dari beliau beliau pun, mungkin, pernah mengikuti Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Termasuk pula yang pernah mengenyam bangku pendidikan tinggi, dengan mata kuliah Filsafat Pancasila dan Wawasan Nusantara.

Akan tetapi, celakanya, pascamilenium nilai-nilai dan kenyataan toleransi yang sudah dihayati sekian waktu diperhadapkan dengan kenyataan intoleransi, bahkan di era internet, terlebih pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, berita-berita intoleransi mendadak “mengguncang” situasi toleransi itu. Kenyataan intoleransi, diduga, merupakan perbuatan tidak senonoh (masturbasi politik) yang dilakukan oleh segelintir politikus yang selalu sangat tega (super tega) demi pemuasan syahwat kekuasaan sesaat tanpa pernah sudi peduli pada keguyupan warga negara Indonesia.

Situasi sosial yang kini begitu jelas memertontonkan sejumlah konflik horisontal (akibat masturbasi politik), mau-tidak mau “menggiring” masyarakat kembali ke tempat semula untuk belajar mengenai pendidikan toleransi. Sepatutnya kita (baca: Penulis; Gus Noy) malu pada realitas situasi sosial ini sebab hampir 72 tahun usia bangsa Indonesia tetapi “terpaksa” belajar kembali, meskipun berbeda tempatnya.

***

Ada delapan tempat atau mungkin lebih (plus), yang bisa membantu pemahaman mengenai toleransi dalam kerangka berbangsa-bernegara Pancasila. Tempat-tempat tersebut adalah :

1. Rumah sebagai Media Pendidikan Non-Formal I

Rumah merupakan tempat pembelajaran sekaligus penerapan (praktik) nyata mengenai kehidupan. Menjadi orangtua bukanlah sekadar kemampuan bereproduksi (beranak-pinak) dan memberi makan-minum jasmani-rohani, melainkan pula penerapan ilmu toleransi yang pernah dipelajari ketika masih lajang (sekolah dan bergaul) dan relevansinya dalam konteks kehidupan sosial terkini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline