Lihat ke Halaman Asli

Guıɖo Arısso

TERVERIFIKASI

ᗰᗩᖇᕼᗩEᑎ

Kenaikan Upah Buruh Tani pada 2021 Sangat Tipis

Diperbarui: 15 Mei 2021   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buruh tani tembakau mengolah lahan yang ditanami bibit tembakau di Desa Bugisan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Jumat (8/6/2012).(KOMPAS / FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Di dalam struktur dan/atau piramida upah buruh nasional, buruh tani menduduki posisi paling bawah. Begitu juga dengan nominal upah harian yang mereka terima sangat kecil dibandingkan buruh yang bekerja di sektor lainnya.

Meski demikian, selama dua tahun terakhir ini, nominal upah harian buruh tani mengalami progres yang cukup baik. Ada sedikit kenaikan, tapi tipis sekali atau berada dikisaran nol koma nol sekian persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan bahwa, hasil survei terbaru pada Maret 2021 nominal upah harian buruh tani mengalami kenaikan sebesar 0,17 persen dari bulan sebelumnya, Februari.

Dengan rincian, Maret 2021 upah buruh naik menjadi Rp 56.470,00 per hari, dari yang sebelumnya Rp 56.373,00 pada Februari. [KONTAN.co.id].

Perlu diketahui juga bahwa, kenaikan upah buruh tani ini pararel dengan tingkat konsumsi rumah tangga. Jadi, kalau tingkat konsumsi rumah tangga di pedesaan naik, maka otomatis upah riil yang diterima oleh buruh tani juga ikut naik. Begitu kira-kira.

Lebih lanjut, survei yang dilakukan oleh BPS di atas memang mengacu pada nilai rata-rata (atau bahasa warung kopinya 'banter') upah harian yang diterima oleh buruh tani dari berbagai jenis pekerjaan.

Pada dasarnya, saya sepakat-sepakat saja dengan hasil survei upah buruh tani yang dilakukan oleh BPS di atas.

Hanya saja, saya pikir dari hasil survei itu perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut. Maksud saya, sebagai upaya merinci dan juga mungkin langkah pengklasifikasian upah buruh tani.

Mengingat, di negeri kita ini ada buruh tani yang bekerja di sektor pangan (padi) dan juga yang bekerja di sektor pertanian lahan kering (niaga/tanaman komersil). Tentu saja buah obrolan ide ini hadir sebagai usulan dari salah seorang warga negara yang memiliki kepedulian.

Tapi, pada intinya, pemerintah harus tetap bersinergi dan bekerjasama dengan lembaga sekaliber BPS. Pemerintah juga perlu menempatkan lembaga netral seperti BPS sebagai otoritas data yang kemudian menjadi sumber acuan tunggal pemerintah dalam mengambil keputusan.

Tentu saja di sini tak hanya soal data upah buru tani, tapi juga soal ekosistem pertanian lainnya seperti ekspor-impor beras, pupuk dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline