Lihat ke Halaman Asli

Kompasianer METTASIK

TERVERIFIKASI

Menulis itu Asyik, Berbagi Kebahagiaan dengan Cara Unik

Pengabdian sebagai Guru di Hutan Taman Industri

Diperbarui: 3 Agustus 2022   04:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengabdian Sebagai Guru di Hutan Taman Industri (gambar: theculturetrip.com, diolah pribadi)

Menyaksikan anak-anak yang tidak sekolah, padahal sudah memasuki usia sekolah adalah pemandangan yang sangat memilukan. Apalagi sebagian yang masih usia Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah sudah harus ikut bertanggung jawab terhadap keuangan keluarga. Mereka harus bekerja mencari nafkah.

Tidak tega, tetapi apa yang bisa dilakukan? Kondisi seperti ini bukan hanya terjadi di satu tempat, tetapi banyak, tersebar di seluruh wilayah Hutan Taman Industri, di mana para pekerja adalah buruh kasar.

Kami mulai mengadakan survei lapangan, mendata anak-anak usia sekolah dan membuat proposal ke perusahaan. Puji Tuhan, sekolah-sekolah pun  dibangun mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Dasar.

Beberapa tahun kemudian, masalah mulai timbul karena anak-anak yang tamat SD kembali lagi tidak mendapat kesempatan mengecap bangku sekolah lanjutan. 

Apalagi yang bisa kami lakukan? Melihat anak-anak harus mengikuti orangtuanya bekerja, sebagian dipulangkan ke kampung halaman yang disana pun mereka harus bekerja.

Serasa buntu sudah, hampir putus asa.

Tapi Tuhan memang selalu menunjukkan jalan dimana kita sudah berserah dan pasrah. Dipelopori oleh Manajer kami, Bapak Jansen Yudianto, kami membuka kesempatan kepada anak-anak yang sudah tamat SD untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang setara dengan SMP melalui program Paket B, yang biasanya merupakan fasilitas untuk orang-orang yang sudah bekerja dan tidak memiliki kesempatan untuk ke sekolah.

Berkantor di gedung SD yang sudah ada, kami mulai mencari anak-anak yang putus sekolah. Awalnya mereka menolak karena yang mereka butuhkan adalah pekerjaan, bukan pendidikan formal maupun non-formal. Jerih payah kami tampaknya juga tidak tepat sasaran. Kami tidak memiliki lapangan pekerjaan sedangkan kebutuhan hidup mereka harus dipenuhi.

Kalau hanya ijazah, bisa saja mereka bekerja sambil mengikuti program Paket B ini di mana saja tanpa harus bergabung dengan kami. Mereka hanya butuh hadir untuk melakukan evaluasi kenaikan kelas dan kelulusan.

Apakah ini yang kami harapkan? Tentu tidak sesederhana ini. Kami punya harapan, bahwa anak-anak ini memiliki keterampilan sehingga mereka bisa memperbaiki taraf hidup mereka dan keturunan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline