Lihat ke Halaman Asli

Dian Ekawati Suryaman

Blogger, Micro Influencer

Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019, Rambu Solo' Tana Toraja

Diperbarui: 24 Juni 2019   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tim Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019

 

Saat berada di Tana Toraja, Tim Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019 berkesempatan mengikuti upacara Rambu Solo' di Kelurahan Leatung, Kecamatan Sangalla Utara bersama masyarakat setempat.  Masyarakat Toraja menganggap kematian sebagai sesuatu yang sakral, Rambu Solo' merupakan upacara adat kematian yang dilakukan untuk mengantar kerabat yang telah meninggal dunia.

Rambu Solo' dilakukan oleh seluruh kerabat dan rangkaian upacara ini bisa memakan waktu selama 9 hari 8 malam. Uniknya keluarga yang ditinggalkan tidak boleh berduka, melainkan harus merayakan dengan berpesta.

Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, roh dari kerabat yang telah pergi belum dianggap benar-benar meninggal sebelum digenapi dengan upacara Rambu Solo'. Bahkan jenazah dari kerabat yang telah pergi masih diperlakukan sebagai orang hidup dan dibaringkan di tempat tidur serta masih diajak bicara dan dihidangkan makan minum.

 

Rambu Solo' Tana Toraja - Ekspedisi Sabuk Nusantara 2019 | dok. sitimewa

'Rambu Solo' merupakan upacara kematian bagi seluruh lapisan sosial masyarakat Toraja. Secara harfiah, Rambu Solo' berarti asap yang mengarah ke bawah, artinya ritus-ritus persembahan (asap) untuk orang meninggal itu dilaksanakan setelah melewati pukul 12 pada saat matahari mulai bergerak turun.

Rambu Solo' sering juga disebut  Aluk Rampe Matampu', ritus-ritus di sebelah barat, karena setelah jam 12 siang, matari telah berada di sebelah barat. Oleh karena itu ritus-ritus persembahan dilaksanakan di sebelah barat Tongkonan, rumah adat Toraja. Seluruh lapisan sosial masyarakat Toraja hadir mengikuti upacara ini.

Upacara Rambu Solo' di Tana Toraja sarat dengan nilai pembelajaran yang luar biasa. Totalitas dalam memberikan persembahan yang terbaik bagi mereka yang lebih dahulu meninggalkan dunia fana menjemput keabadian surga. Tedong Bonga (kerbau belang) adalah salah satu wujud persembahan terbaik dan menjadi sebuah kebanggaan bagi mereka yang berduka atau yang di tinggalkan bisa memberikan yang terbaik sebelum jasad yang meninggal di antar menuju Patani (kuburan) untuk bertemu Tuhan di surga.

Sebelum Rambu Solo' dilangsungkan, minimal setahun sebelumnya sudah dilangsungkan upacara Mapalao, berupa penyembelihan kerbau di mana dagingnya dibagikan secara merata ke penduduk sekitar. Tanduknya pun dipajang di tiang depan Rumah Adat Tongkonan dan merupakan simbol status sosial.

 

Tanduk Kerbau di rumah adat Toraja | dok. sitimewa

Mereka juga percaya bahwa kesempurnaan upacara juga menentukan posisi arwah anggota keluarga yang telah pergi. Apakah mereka akan menjadi arwah gentayangan (bombo) arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang) atau jadi dewa pelindung (deata). Aturannya upacara Rambu Solo' wajib dilakukan oleh kerabat yang ditinggalkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline