Oleh Goris Lewoleba
Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara Vox Point Indonesia
Sebagaimana diketahui bersama bahwa, Abuse of Power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, maupun orang lain atau korporasi dan atau instutusi, dimana pejabat yang bersangkutan berada di institusi dimaksud.
Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.
Dan jika tindakan dimaksud dilakukan dengan pelanggaran berat dalam ranah etika, maka hal itu dapat diketegorikan sebagai tindakan yang berimplikasi pada wilayah Dekadensi Moral.
Sementara itu, jika tindakan dimaksud dapat menghilangkan nyawa sesama nanusia, misalnya melalui Pembunuhan Berencana, maka hal itu dapat digolongkan dalam tindakan kriminal berat, dengan ancaman hukuman seumur hidup atau ancaman hukuman mati.
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, ada axioma yang menyatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi, dan jika kekuasaan yang tidak terkontrol, maka hal itu akan menjadi semakin besar dan tak terkendali.
Dari situasi seperti itu, maka kemudian akan beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan serta malapetaka dalam kehidupan. Dengan demikian, semakin besar kekuasaan itu, maka akan semakin besar pula kemungkinan untuk melakukan kejahatan moral dan kemanusiaan, yang pada akhirnya akan menjadi sampah peradaban.
Sehubungan dengan hal itu, maka seperti yang dikatakan oleh Khairunan (2015) bahwa, wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, kerap kali dipandang sebagai kekuasaan pribadi.
Oleh karena itu, maka hal yang demikian ini, dapat dipakai untuk kepentingan pribadi sesuai dengan selera mana-suka dari pejabat yang bersangkutan.
Kemudian, sebagai konsekuensi lebih lanjut, pejabat yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara, merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas tanpa kendali, baik scara moral maupun sosial. Oleh karena itu, semakin tinggi pangkat dan jabatan seseorang, maka semakin besar pula kewenangan dan otoritas yang dimilikinya