Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Ancaman dan Solusi Hoaks di Pilkada 2020

Diperbarui: 18 Juli 2019   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebanyak 270 daerah di Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada Serentak tahun 2020| Ilustrasi: Kompas/Handining

Di tahun 2020 nanti, Pilkada serentak akan digelar di 270 daerah di Indonesia. Pilkada serentak ini memiliki rincian; 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Tepat pada tanggal 23 September 2020 akan dilakukan bersama-sama di daerah tersebut.

Menilik gonjang-ganjing hoaks selama Pilpres 2019 didapati beragam fenomena mengkhawatirkan. Tepat 4 hari usai kampanye dimulai, Polri mencatat 3500 hoaks tersebar di linimasa. Sedang dalam rentang waktu Agustus 2018 - April 2019, ada 1600 lebih hoaks bertema Pemilu menurut Kemenkominfo. Di puncaknya Pemilu, yaitu bulan April 2019, beredar 486 hoaks soal Pemilu.

Perebutan kuasa pemimpin daerah akan sengit di tahun 2020. Dan bukan tidak mungkin muncul oknum atau sindikat picik menuai pundi dengan propaganda kebohongan. Jika gambaran hoaks Pilpres begitu suram. Bagaimana jika per-regional, muncul produsen, penyebar, dan "pemeluk" hoaks demi merebut tampuk pimpinan.

Pernah di tahun 2018 lalu hoaks telah mencederai Pilkada serentak. Lalu apa yang musti kita lakukan jika dengan potensi hoaks regional yang berbahaya tersebut di tahun 2020?

Kita tidak mungkin hanya diam dan menonton kontestasi pemilihan pemimpin kita dinodai dengan hoaks. 

Pilkada Serentak dan Awan Murung Hoaks
Dari angka-angka diatas kita lihat; 1) Terjadi peningkatan eksponensial jumlah hoaks secara umum (dalam rentang Pemilu); 2) Ada gerakan terstruktur, sistematis, dan masif menyebarkan hoaks bertema tertentu (dalam hal ini Pemilu); 3) Peran serta pemerintah, aparat, dan masyarakat wajib menyadari dan menangkal fenomena tersebut.

Pilkada Serentak - Ilustrasi: perludem.org

Pada dasarnya baik Pemilu, Pileg, dan Pilkada bertujuan memilih calon pemimpin. Pilkada pun tak lepas dari ancaman hoaks. Berkaca pada pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2018, ternodai dengan berita bohong. Dengan di tahun 2017, terpaan hoaks TSM kita lihat terjadi pada Pilgub DKI Jakarta. 

Sorotan ramai publik dan media menyoal hoaks Pilkada terjadi di Pilgub DKI tahun 2017 lalu. Pemilihan Gubernur Jakarta dengan dua pasang kontestan, Ahok-Djarot dengan Anies-Sandi dinodai banyak hoaks. Hoaks mundurnya Ahok dari Pilgub Jakarta sempat viral di linimasa. Begitupun, bertebarannya spanduk fitnah berisi Jakarta Bersyariat jika Anies-Sandi menang.

Pada Pilkada serentak 2018, hoaks juga mencoreng kontestasi yang terjadi. Di Pilgub Jateng, ada 4 portal berita menyebar hoaks kalau Ganjar Pranowo akan menjadi tersangka kasus E-KTP. Sudirman Said pun tak lepas dirisak citranya dengan hoaks bernuansa asusila yang beredar di linimasa.

Begitupun di Pilgub Jabar 2018, beredar hoaks mengatakan server KPUD Jabar diserang hacker dari China. Hoaks pun menyerang Ridwan Kamil saat Pilgub dengan melabeli dirinya sebagai pendukung LGBT. Hoaks soal dukungan paguyuban paranormal abal-abal yang mendukung Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi juga sempat viral. 

Dalam rangkaian Pilkada serentak 2018, juga beredar hoaks di daerah Kalimantan Barat akan terjadi kerusuhan usai pencoblosan Pilgub. Di daerah Kintap, Kalimantan Selatan, sempat beredar hoaks meresahkan. Polisi diduga mengamankan seorang yang membagikan sembako dan uang. Padahal hal tersebut tidak benar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline