Lihat ke Halaman Asli

Gilang Dejan

TERVERIFIKASI

Sports Writers

Menakar Nasib Olimpiade Tokyo 2020 di Tengah Pandemi Corona

Diperbarui: 22 Maret 2020   02:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Shutterstock via KOMPAS.com

Penyebaran pandemi Corona yang kian masif di pelbagai belahan dunia cukup mengganggu beberapa event olahraga internasional seperti Piala Eropa 2020, Copa America, Formula One Grand Prix China, kejuaraan tenis ATP Challenger Tour 2020, beberapa kejuaraan bulu tangkis seperti Jerman Terbuka, Vietnam Terbuka, serta Polandia Terbuka resmi ditangguhkan bahkan beberapa terancam dibatalkan.

Meski begitu, Internasional Olympic Committee (IOC) masih belum juga mengambil sikap terkait nasib Olimpiade Tokyo 2020 yang rencananya digelar pada 24 Juli-8 Agustus 2020. 

Padahal, jadwal event olahraga empat tahunan itu kian dekat -- bisa dihitung sekitar 125 hari lagi -- disatu sisi Tokyo makin matang menyiapkan venue, pun dengan para peserta yang atletnya telah menggelar pelatihan jauh-jauh hari. 

Namun disisi lain, COVID-19 belum juga mereda. Sebuah risiko besar jika kemudian Olimpiade Tokyo keukeuh dihelat sesuai jadwal.

Kerugian Jika Olimpiade 2020 Dibatalkan
Melihat perkembangan COVID-19 yang kian merebak ke berbagai penjuru dunia. Agaknya membuat banyak pihak meragukan Olimpiade Musim Panas 2020 ini bisa berjalan sesuai rencana. Namun, sang tuan rumah tentu tak ingin hal tersebut terjadi.

Sebab dari pihak tuan rumah sendiri, mereka telah berinvestasi membangun sembilan venue baru untuk Olimpiade 2020 ini. 

Salah satunya pembangunan National New Stadium yang merogoh kocek lebih dari Rp. 19,8 triliun. Selain itu, tak mudah juga bagi Jepang untuk memenangkan bidding olimpiade 2020 ini.

Tak hanya tuan rumah yang meradang, sekitar 11 ribu atlet olimpiade dan sekitar 4.400 atlet paralimpiade, pelatih, pejabat negara, dan lainnya mengalami kekecewaan yang sama. 

Mengingat mereka telah berlatih dan tentunya pemerintah negara telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk operasional pelatihan itu.

Belum lagi, hotel-hotel yang kadung menerima uang muka dari para tamu yang hendak datang ke Tokyo, maskapai penerbangan, pihak asuransi, sponsorship, dan lain sebagainya. 

Agaknya berangkat dari pertimbangan banyak hal itulah yang kemudian membuat IOC merasa sedikit berat menjalankan salah satu isi kontrak kota tuan rumah yang ditandatangani oleh Gubernur Tokyo dan komite olimpiade Jepang pada 2013 silam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline