Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Foto SK Banyu Biru: Cara Kenthir Intel Sentil Tim Pengawas Intelijen?

Diperbarui: 3 Februari 2016   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak Senin, 1 Februari 2016, lalu ada berita seru. Gegaranya, akun Path Banyu Biru mengunggah foto surat pengangkatan Banyu Biru Djarot sebagai anggota bidang politik Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan (DISK) Badan Intelijen Negara (BIN). Surat keputusan bernomor KEP-311/XII/2015 itu dikeluarkan langsung oleh Kepala BIN Sutiyoso.

Dari foto yang beredar tertera bahwa Banyu akan bertugas selama setahun terhitung sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016. Diketahui juga jika SK tertanggal 31 Desember 2015 tersebut ditandatangani Kepala Biro Kepegawaian BIN Suharyanto. Sementara Sutiyoso sebagai Ketua BIN tidak membubuhkan tanda tangannya, hanya “TTD”

Belum diketahui siapa teman Banyu yang mencomot foto tersebut dari akun Banyu Biru lalu menyebarluaskannya. Namun demikian, Banyu yang diduga kuat mengunggah sendiri foto SK pengangkatan dirinya sendiri lewat akun Path miliknya sendiri mendapat kecaman ngalor-ngidul dari segala penjuru mata angin. Sampai-sampai anggota dewan yang terhormat Fahri Hamzah mendesak Sutiyoso untuk memecat Banyu.. Alasan pemecatannya, karena Banyu dinilai tidak mampu menjaga kerahasiaan.

Karuan saja, Sutiyoso yang juga mendapat serangan sana-sini dan desakan kanan-kiri langsung mengisyaratkan akan mengevaluasi pengangkatan Banyu. Kata Bang Yos, panggilan populer Sutiyoso, Banyu tidak cocok bertugas sebagai “orang” intel.

Membaca pemberitaan tentang pamer SK BIN tersebut, muncul pertanyaan yang sangat menggelitik, apakah Banyu selugu itu sampai dengan culunnya sengaja memamerkan SK pengangkatannya yang bersifat rahasia di akun jejaring sosial miliknya? Pertanyaannya yang lebih dalam lagi, apakah surat pengangkatan itu benar-banar ada atau hanya sekedar hoax? Dan, pertanyaan yang jauh lebih dalam lagi, apakah DISK itu benar-benar nyata keberadaannya atau hanya isapan jempol belaka? Sebab dalam intelijen dikenal prinsip 'yang kelihatan belum tentu itu bentuknya'.

Tetapi, terlepas dari segala pertanyaan di atas, ada sesuatu yang lebih menggelitik. Dan, sesuatu yang lebih menggelitik tersebut akan membuat kita tersenyum lebih miris lagi ketimbang beredarnya foto SK Banyu.

Begini, pada 26 Januari 2016 kemarin DPR RI melantik 14 anggota Tim Pengawas Intelijen (TPI). Ke-14-nya merupakan anggota Komisi I DPR RI. Pembentukan TPI tersebut merupakan amanah pasal 43 Undang-undang nomor 17 tahun 2011 tentang BIN. Di pasal itu disebut bahwa BIN memang harus diawasi. Konon, tim ini bekerja jika ada laporan masyarakat yang terkait dengan pekerjaan BIN.

Sejak diusulkan oleh Komisi I DPR pada pertengahan Juni 2015 lalu, TPI sudah menuai kontroversi. Sebab TPI yang dikomandoi oleh Ketua Komisi I Mahfud Siddik ini dinilai bertentangan dengan prinsip intelijen, di mana seorang agen hanya memiliki satu pengendali atau agent handler. BIN adalah agen dari Presiden RI sebagai agent handler-nya. Karenanya, BIN hanya menerima perintah dan melaporkan hasil kerjanya kepada Presiden RI. Jika prinsip tersebut dilanggar, maka BIN bisa disebut sebagai double agent. Dengan kata lain BIN bisa disebut disebut sebagai penghianat.

Tetapi, dalam prakteknya belum tentu juga BIN mau menyerahkan informasi begitu saja kepada TPI bentukan DPR ini. Sebelum menyerahkan laporannya, BIN saja bisa mengutak-atik data terlebih dahulu. Sekalipun dalam TPI ada Tubagus Hasanudin, purnawirawan jenderal bintang dua yang pastinya memiliki pengalaman dalam bidang intelijen, tetapi belum tentu TPI mampu menemukan adanya kejanggalan pada laporan yang diterimanya. Malah, bisa-bisa Tim Pengawas Intelijen ditipu mentah-mentah oleh BIN. Intinya, dibentuknya Tim Pengawas Intelijen tidak ada pengaruhnya bagi BIN. Malah bisa dibilang pembentukan TPI ini tidak ada manfaatnya.

Dan ini yang lebih lucu lagi. TPI dibentuk untuk memonitor agar BIN tidak dipolitisasi oleh Presiden RI sebagai user-nya. Tetapi, bukankah TPI sendiri adalah makhluk politik. Bukannya anggota TPI merupakan anggota DPR sebagai wakil dari partai politik di parlemen. Jadi, bagaimana mungkin tim pengawas sanggup mencegah politisasi BIN, kalau ia sendiri mempunyai kepentingan politik.

Ternyata, lewat pengunggahan foto surat SK, publik sudah bisa melihat jika TPI tidak profesional dalam membaca kasus ini. Karena, belum apa-apa Ketua TPI Mahfudz Siddiq sudah mempertanyakan latar belakang dan kompetensi Banyu sebagai anggota DISK BIN. Padahal foto yang beredar itu belum tentu benar, pengangkatan Banyu belum tentu pernah dilakukan, bahkan DISK pun belum tentu pernah dibentuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline