Lihat ke Halaman Asli

Ziko Fransinatra

The Ordinary One

Kenapa Banyak Orang Tidak Percaya dengan Covid?

Diperbarui: 3 Agustus 2021   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dari analisa di lapangan seolah terlihat kita terbagi menjadi 2 kubu. yakni, kaum nan percaya dan tak percaya. Tapi sebenarnya orang-orang bukannya tidak percaya, tetapi sudah "muak" dengan apa yang terjadi. Dana Bansos dikorupsi, Alat swab bekas dijual, Masker ditimbun, Obat diborong, sehingga yang membutuhkan malah tak dapat. 

Sebenarnya ini kekecewaan karena manusia tak lagi manusiawi. Yang kaya akan melakukan panic buying. Yang Miskin cuma bisa panic selling. Yang kaya akan stay at home, yang miskin akan stay hungry. Yang di bawah diminta taat prokes. Yang lainnya malah ada oknum dan masyarakat yang terang-terangan gelar pesta. 

Sesungguhnya Covid memang banyak merenggut nyawa manusia. Namun Virus yang lebih besar adalah egoisme. Yang merenggut perikemanusiaan.

Tentunya tidaklah pantas sebagai akademisi, penulis memberikan kritik tanpa melakukan persuasi menuju solusi. Untuk itu, kenapa kita tidak menunjukkan sikap kepedulian kita terhadap sesama. 

Marilah kita berbuat dengan melakukan disiplin diri tanpa harus memandang siapa diri kita. Tapi bergerak atas dasar ingin keluar dari pandemi yang memenjarakan aktivitas normal kita. 

Penulis berharap, hari esok menjadi lebih baik dari hari kemaren. Terlihat memang  seakan kita saja yang peduli dan lainnya tidak. Tapi setiap orang tentu memiliki pemikiran dan pendapat yang berbeda terkait hal ini. 

Penulis hanya bisa mengajak kita semua, mari kita berbuat sesuatu untuk keluar dari pandemi ini. Sebagai akademisi, tentunya dengan  program kesadaran akan pencegahan  Covid ini telah pernah dijalankan melalui pengabdian kepada masyarakat. 

Namun, tentu saja hal ini belumlah maksimal, jika dilaksanakan oleh sekelompok kecil orang saja. Saatnya kita bersatu membangun negeri untuk terlepas dari belenggu pandemi. 

Terkadang tergerus perasaan hampa ketika seorang ayah terpisah dari istri dan anaknya, ataupun anak yang ditinggal mati oleh sang ibu dan lain sebagainya. Justru hal haru ini tak ingin terus kita lihat dan rasakan. Sebuah pepatah mengatakan, banyak jalan menuju Roma. 

Tapi penulis sempat berfikir pesimis seraya berujar," jalan yang mana?" Sebuah teori psikologi yang terkenal dengan  nama Theory of Planned Behaviour menyebutkan. Kita ingin berhasil tentunya dengan sikap. Tapi sikap yang bagaimana? Tentu ada strategi dan langkah-langkahnya. 

Tidak ada kata terlambat untuk keluar dari ini semua, selagi kita menyusun strategi dan saling bahu-membahu untuk mengatasi ini semua. Untuk itu, mari kita sadari, dan ambil sikap, let's start from ourselves. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline