Lihat ke Halaman Asli

Franhky Wijaya

TERVERIFIKASI

pemerhati bidang properti

Catatan Kaki: Landed Houses, Rumah Impian Masa Depan?

Diperbarui: 30 Juni 2020   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi rumah idaman. (sumber: shutterstock via kompas.com)

"Para developer yang ingin mengembangkan suatu kawasan di pinggiran kota sebaiknya mulai memikirkan konsep transportasi terpadu terutama yang bersinggungan dengan stasiun kereta api."

Sewaktu apartemen belum menjamur seperti sekarang, penjualan rumah tapak atau landed houses sering kita temui, baik di pameran rumah ataupun di mall. 

Rumah tapak ini ditawarkan mulai dari tipe kecil sampai tipe besar dengan beragam harga jual. Pemandangan yang berbeda, sekarang yang banyak kita temui adalah penawaran apartemen. 

Kalau dulu kita berasumsi bahwa hanya orang kaya yang bisa beli dan tinggal di apartemen, karena selain harga belinya mahal, biaya perawatannya juga tinggi. Tetapi sekarang kita banyak menemukan orang-orang dari berbagai kalangan tinggal di apartemen. 

Hanya "image" apartemennya saja yang beda. Kalau golongan menengah ke bawah kita mengenal istilah "rusunawa" (Rumah Susun Sewa) atau "rusunami" (Rumah Susun Sederhana Milik). Rumah susun adalah istilah yang sering dipakai pemerintah sebagai pengganti kata apartemen dan apartemen untuk kalangan atas lebih sering kita bilang apartemen mewah. 

Kenapa pada waktu dulu developer bisa menjual rumah tapak tetapi kini  yang banyak ditawarkan justru adalah apartemen? Apakah gaya hidup orang Indonesia sudah bergeser yang tadinya senang hidup secara horizontal sekarang sudah berganti ke arah vertikal ? 

Alasan yang paling kuat kenapa saat sekarang developer tidak bisa lagi menjual rumah tapak di dalam area kota adalah faktor harga tanah itu sendiri. Harga tanah sudah melambung tinggi, sehingga kalau dijual dalam bentuk rumah, maka harga jual rumah menjadi sangat tinggi dan akhirnya susah jual. 

Harga tanah di dalam kota dari dulu memang sudah tinggi, tetapi harga tanah di pinggiran kota sedikit lebih miring, sehingga waktu itu di area pinggiran kota berjamur perumahan-perumahan baru, baik yang dikembangkan oleh developer besar maupun developer kecil. 

Para developer ini membeli tanah masih dalam bentuk tanah girik yang belum ada sertifikat tanahnya. Kalau deal jual beli, maka developer akan urus sertifikat tanahnya. 

Foto: Dokumentasi pribadi

Pembelian tanah girik memang menjadi pilihan utama developer saat itu karena harga yang lebih murah dibandingkan dengan tanah yang ada sertifikatnya. Tetapi pembelian tanah girik juga ada resikonya. Ada saja pihak-pihak yang nantinya tidak setuju atau penjualan tanah tersebut dan akhirnya membuat masalah. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline