Lihat ke Halaman Asli

Fransiskus Nong Budi

Franceisco Nonk

Revolusi Voetbal

Diperbarui: 10 Agustus 2020   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bola.com

Penduduk Indonesia sudah akrab dengan sepak bola. Keakraban itu bukan hal yang lumrah sebab sejak berdirinya Indonesia, sepak bola sudah mulai tertanam. Olah raga sepak bola mulai dikenal oleh rakyat sejak periode imperialisme Belanda. Imperium Belanda-lah yang memperkenalkannya kepada penduduk setempat.

Istilah yang dikenal ialah Voetbal, sebuah term bahasa Belanda yang artinya sepak bola. Salah satu organisasi sepak bola yang terkenal pada waktu itu ialah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB). Organisasi tersebut berdiri sekitar tahun 1930.

Sepak bola Indonesia ternyata berevolusi dari Voetbal. Perjalanan panjang yang ditempuhnya menghantarkan kita pada pengenalan, bahkan keakraban.

Organisai sepak bola yang sekarang dikenal sebagai PSSI merupakan wujud dari evolusi tersebut. PSSI merupakan lembaga yang usianya seangkatan dengan NIVB. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) didirikan pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta.

Realitas sepak bola tanah air di era modern ini menampilkan wajah yang kolot. Di tengah modernitas sepak bola dunia, Indonesia justru tampil sama sekali tidak "Modern". Sepak bola Indonesia mencitrakan "Sepak Bola Pertama" (The First Football).

Sepak bola Indonesia tampil seperti permainan Episkyros di Yunani, atau seperti permainan Harpastum khas bangsa Romawi, atau seperti permainan Hurling di Celtic, dan di satu sisi seperti Tsuchu di China, yaitu suatu permainan mirip bola kaki yang dipakai sebagai latihan fisik para tentara Dinasti Han. Perbandingan ini hanyalah cara menyimak realitas sepak bola yang tampil saat ini di Indonesia.

Sepak bola Indonesia sedang dilanda problem "kuno" sepak bola. Masalah yang kurang relevan lagi dengan modernitas sepak bola dunia. Persoalan sepak bola kita kelihatan masih kuno, tetapi hanya ditutupi dengan topeng modernitas.

Para pencinta sepak bola tanah air 'frustrasi' dengan berbagai kegagalan timnas kebanggaannya. Kekecewaan itu membanjiri media sosial saat Timnas Indonesia -- tim senior dan U-19 -- gagal dalam beberapa event. Semua pihak yang terkait dengan timnas dicemooh.

Di samping itu ada juga fenomena kekerasan dalam sepak bola yang 'membunuh' manusia. Perilaku kasar antarpemain, antara pemain dan wasit, dan antarsuporter.  

Belum lagi kekacauan liga. Carut-marut jadwal dan cara pelaksanaan sepak bola yang melahirkan dualisme. Beberapa lembaga dan organisasi sepak bola berusaha mengklaim diri sebagai yang paling bagus, baik, dan legal.

Bahkan "sepak bola politik" juga terjadi di Indonesia. Di sana ada pengaturan skor, penunggakan gaji pemain dan yang paling fenomenal ialah "Sepak Bola Gajah". Semuanya ini hendak menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia tidak berdiri di atas SISTEM. Oleh sebab itu, revolusi voetbal menjadi sangat penting di sini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline