Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Mengapa Malu?

Diperbarui: 18 Juli 2017   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Secuil kisah awal tahun pembelajaran

Tahun pembelajaran yang baru, sudah dimulai. Setidaknya, hari ini (17 Juli 2017) kegiatan di sekolah sudah mulai aktif. Aktif melaksanakan orientasi pengenalan sekolah bagi siswa baru, dan aktif penyesuaian kelas, penyesuaian teman sekelas, penyesuaian walikelas bagi siswa yang lama, yang naik ke kelas yang baru.

"Wah, mobil baru Pak?" tanyaku.
"Iya pak Flo. Anakku malu pakai mobil lama. Mobil butut, katanya nggak ngikuti perkembangan jaman."

Deg, jantungku berdegup mau prothol.

Ugahari diri

Ada seorang anak mulai memprotes keadaan orang tuanya (terlebih kepunyaan, harta milik) yang tak sesuai dengan keinginannya. Dalam relasinya dengan dunia pendidikan, dapat dikatakan proses pembelajaran bagi seorang siswa, sekaligus proses penerimaan diri-kondisi diri, tak berhasil. Alasannya sangat sederhana. Seorang anak, seorang siswa, semestinya sudah diperkenalkan akan nilai-nilai keugaharian dalam hidupnya.

Pengenalan tersebut harus sejak dini. Bahkan pengenalan tersebut tidak hanya sekedar pengenalan, namun sekaligus praktik. 

Contoh, sekalipun orang tua di rumah memiliki beberapa mobil, sekali waktu, anak perlu diajak naik transportasi umum.  Kondisi tersebut dimaksudkan, untuk memperkenalkan anak pada "dunia umum", tak hanya tertutup di dunia keluarganya sendiri;  namun juga untuk memperkenalkan anak dengan pola kehidupan yang lain. Ada banyak orang rela berdesak-desakan naik angkutan umum. Berdesak-desakan tidak sepetti dirinya yang bisa ongkang kaki naik mobil sendiri.

Peran orang tua

Salah satu pendidik yang dapat mengubah dunia ini adalah orang tua. Merah, biru bahkan abu-abu sikap anak, sangat dipengaruhi oleh orang tua. Ketika orang tua tidak memiliki sikap hormat pada tetangga, congkak, sikap tersebut akan "dibaca" oleh anaknya. Bahkan sang anak akan menirunya, congkak, sombong dan sebagainya. Ketika orang tua hidup prihatin, mampu berbela rasa dengan tetangganya, dan hal tersebut dilihat oleh putra-putrinya, bisa jadi anaknya juga bersikap sama. Anak akan bersikap sama, prihatin, berbela rasa dengan tetangga baik di rumah maupun di sekolah.  

Pendidikan di sekolah proses untuk penyadaran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline