Lihat ke Halaman Asli

Florensius Marsudi

Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Payung Besar Susah, Payung Kecil Susah...

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Besar atau kecil payungmu, bukanlah ukurannya yang dipentingkan. Sanggupkah payung itu memberi kenyamanan bagimu, itu yang utama!

------------------------------------------------------------------------

Termo Giras, seorang lelaki kelahiran "kota suci se-Jawa Tengah" Kudus, 35 tahun yang lalu.

Saat ini ia bekerja (menurut pengakuannya) di kota hujan, Bogor. Jarak antara tempat ia kost dengan tempat kerjanya sekitar satu kilometer. Bila ia naik angkot, angkotnya harus muter-muter, kelamaan sampai di tempat kerja, bahkan tak jarang sampai ia terlambat masuk kerja. Maka ia memutuskan untuk jalan kaki saja. Ketika jalan kaki itulah mulai timbul permasalahan.

Bila ia menenteng payung hujan, ia sering diteriaki oleh teman-temannya "Oih....ada benzang...benzang (bencong) lewat".  Apalagi payung yang berdiameter 1,20 cm itu memang terlalu menyolok bila ia tenteng. Terlalu besar bila ia pakai untuk melindungi dirinya dari air hujan.

Hal lain, ketika hujan. Bila ia mengajak teman yang lain, sesama lelaki sepayung berdua (jalan kaki), teman-temannya yang lain berkomentar,

"Termo homo...homo...main anggar...anggar"

Bila ia berjalan bareng dengan rekan kerjanya yang lain jenis (wanita), Termo diteriaki oleh teman-temannya,

"Mo....jangan selingkuh, wanita itu 'lah bersuami....."

Tak tahan akan ocehan teman-temannya, Termo Giras mengganti payung yang lebih kecil. Apa komentar teman-temannya?

"Oi...kau egois nian Mo.... Berpayung cuma memikirkan diri sendiri."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline