Lihat ke Halaman Asli

Edison Proletariat

Yakin Hidup Sukses

Tradisi Belis Masyarakat Pulau Sumba, NTT

Diperbarui: 30 Juli 2021   23:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adat belis masyarakat sumba

Pulau sumba merupakan salah satu pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terbagi menjadi empat kabupaten yakni Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Sumba Timur.Masyarakat pulau sumba pada umumnya memiliki beragam tradisi yang secara turun-temurun telah diwariskan kepada generasi penerusnya. Beragam tradisi-tradisi masyarakat sumba inilah yang kemudian menjadi daya tarik sehingga banyak wisatawan baik dari lokal maupun manca negara yang datang untuk berkunjung ke pulau Sumba.

Tradisi masyarakat pulau Sumba, perlu di ketahui oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, salah satu tradisi yang mungkin wajib diketahui adalah " Tradisi Belis".

Baca juga: Marapu, Panutan Hidup Masyarakat Sumba (NTT).

Tradisi belis merupakan tradisi penyerahan mas kawin oleh pihak keluarga pria kepada pihak keluarga wanita sebelum melangsungkan pernikahan. Penyerahan mas kawin tersebut dapat berupa hewan ternak seperti kuda, kerbau, babi. Selain itu, penyerahan belis juga dapat berupa mamuli, kain, dan sarung (Sebagai simbol reproduksi wanita dalam identitas kebudayaan lokal).

Banyaknya belis yang di berikan pada pihak keluarga wanita tergantung pada kesepakatan dan status sosial pada pihak keluarga pria. Jika Wanita yang ingin dinikahi status sosialnya tinggi, maka belis (Hewan) yang diberikan kepada pihak keluarga wanita bisa mencapai puluhan bahkan ratusan ekor.

Baca juga: Sebuah Rekam Jejak di Tanah Marapu, Sumba, NTT

Mahalnya belis yang harus dikeluarkan oleh pihak keluarga pria tidak menjadi persoalan sebab ada makna mulia yang tertanam dalam peristiwa belis itu, yakni nilai yang menjunjung tinggi betapa berartinya seorang wanita, disisi lain pemberian belis yang berupa (Hewan, Mamoli, kain atau apapun bentuknya) adalah upaya penghormatan atau menghargai pihak keluarga wanita yang telah membesarkan wanita tersebut, terlebih khusus kedua orang tua wanita. Karena setelah semua proses belis selesai maka wanita yang ingin dijadikan istri atau yang ingin dinikahi akan meninggalkan rumah orang tuanya (Keluarga Wanita) dan pergi mengikuti pria (Keluarga Pria).

Namun sekalipun belis itu di nilai sebagai bentuk penghargaan terhadap pihak keluarga wanita bukan berarti tradisi belis dalam keadaan baik-baik saja. Sebab makna daripada tradisi belis tersebut telah menjadi rusak karena disusupi kepentingan ekonomi . Adat sudah berbelok menjadi "komoditi" ekonomi yang mana aturan-aturan adat sudah mengalami degradasi makna dan simbol karena lebih mementingkan belis (Hewan) berwujud.

Baca juga: Agama Marapu Sumba, NTT Bersama Kepercayaan Lokal Lain di KTP

Saya secara pribadi, tidak menolak tradisi belis apalagi belis merupakan salah satu budaya/tradisi nenek moyang kita yang diwariskan kepada masyarakat pulau Sumba yang secara turun-temurun. Hanya saja, nilai belis yang secara turun-temurun itu telah mengalami degradasi.

Pada prinsipnya bahwa tradisi belis merupakan bentuk menghargaan atau penghormatan bahwa betapa berartinya seseorang wanita. Dan tradisi belis juga bagian dari ucapan terima kasih, yang sekaligus bentuk menghargai atau penghormatan kepada pihak keluarga wanita terlebih khusus pada kedua orang tua wanita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline