Lihat ke Halaman Asli

Menjawab Kampanye Hitam atas Jokowi

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1401491150854559788

Gerah sekali perpolitikan terkini di negeri ini. Sikut-sikutan seakan menjadi lazim dalam hidup bermasyarakat. Demi kekuasaan, rela mengorbankan waktu dan pikiran. Bahkan uang digunakan demi mewujudkan impian menjadi Presiden RI.

Twitter, Facebook, Instagram, Path sampai YouTube tidak pernah seramai ini dalam dunia demokrasi di Indonesia. Perbandingan penggunaan aplikasi jejaring sosial untuk berkampanye (positif maupun negatif) sangat jauh sekali dibanding Pemilu Presiden 2009. Maklum, karena saat itu Facebook masih minim fitur dan Twitter 'baru' berusia 3 tahun dan belum begitu populer di Indonesia. Sedangkan aplikasi lainnya juga belum dimanfaatkan secara maksimal.

Aplikasi jejaring sosial menjadi penting untuk berkampanye merekrut suara sebanyak-banyaknya dan menjadi ajang unjuk kekuatan. Siapa paling sosial, dialah pemenangnya. Siapa memiliki jaring paling lebar, dialah yang berhasil meraup massa.

Dan, akhir-akhir ini aplikasi jejaring sosial dijadikan sebuah media informal untuk menjatuhkan lawan politik (baca: capres-cawapres). Menurut pengamatan saya selaku masyarakat awam yang melihat kondisi adu kekuatan 2 pasang capres-cawapres, ada 1 kubu yang selalu diserang kampanye negatif (hitam). Yakni kubu Jokowi-JK. Setidaknya saya menghabiskan rata-rata 2-3 jam per hari untuk melihat kondisi kampanye kedua pasang calon di jejaring sosial. Tentunya, saya melihat ini tidak adil. Karena menyudutkan seseorang dengan kampanye negatif sangat tidak demokratis.

Ini mengingatkan saya kepada periode di mana SBY, Megawati dan Gus Dur diserang metode kampanye seperti ini di periode Pemilu Presiden yang berbeda sejak reformasi 1998. Permasalahan agama istri dari SBY, agama Boediono, wacana anti-Presiden perempuan, Gus Dur dekat dengan Amerika Serikat dan banyak lagi. Sekarang Jokowi dihantam segala macam kampanye hitam, dan yang terakhir adalah munculnya surat yang entah dari mana datangnya menyebut Jokowi meminta penangguhan proses pemanggilannya ke Kejaksaan Agung. Keterlaluan. Karena ini sudah mengarah ke tindakan kriminal yang lebih nyata.

Sekarang, saya ingin sedikit memberikan jawaban yang tersistematis mengenai berbagai macam pertanyaan yang menyudutkan Jokowi-JK sebagai capres dan cawapres. Saya tidak memilih capres-cawapres rival mereka karena mereka tidak terlalu 'diserang' di jejaring sosial. Yang sampai sekarang saya tidak tahu, kenapa mereka ini tidak terlalu diserang kampanye hitam di jejaring sosial.

Berikut beberapa pertanyaan dan pernyataan yang sering saya lihat di jejaring sosial dan saya mencoba menjawabnya dari informasi yang saya rangkum dari berbagai sumber yang terpercaya serta pemikiran saya sebagai masyarakat awam:

Pertanyaan/Pernyataan (P): Kenapa waktu 2009 lalu, masyarakat/PDI-P tidak mengungkit kejahatan HAM seperti yang dituduhkan kepada Prabowo saat ini?

Jawaban (J): Masyarakat tidak terlalu mempersoalkannya karena pada waktu itu Prabowo menjadi cawapres. Akan berbeda ketika konteksnya bila Prabowo dicalonkan sebagai presiden, maka ia akan menjadi pengambil keputusan/kebijakan eksekutif tertinggi, Panglima Tertinggi TNI dan pemimpin bangsa dan negara. Itu sebabnya, hal ini kembali menjadi penting, karena saat ini Prabowo mencalonkan diri sebagai presiden.

(P): Kenapa Jokowi berkhianat dan berbohong kepada warga DKI Jakarta?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline