Lihat ke Halaman Asli

Fahmi Aziz

Freelancer

Beda dengan Moh Hatta: Asalkan dengan Tri, Aku Bebas!

Diperbarui: 15 Juli 2020   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi penggunaan Tri sebagai salah satu provider favorit di Indonesia. Sumber: Dok Hutchison 3 Indonesia

Massa sudah berdesakan di luar pintu CBD Mal Ciledug, Tangerang. Kebetulan, Lebaran tinggal menghitung hari. Lama menunggu, akhirnya pintu mal  pun terbuka. Sejumlah kaum hawa langsung heboh dan berlarian memasuki koridor. 

"Sudah buka (mal-nya), guys!" Begitu komentar warganet yang mendokumentasikan euforia ini di akun media sosialnya, Minggu (7/5). Video ini pun langsung viral di jagat maya. 

Bagaimana tidak, kejadian ini tepat di tengah-tengah masa karantina pandemi (social distancing). Meski mendekati momen Lebaran yang serba identik dengan pakaian baru, pemerintah tetap mengimbau untuk tinggal di rumah. 

Tidak hanya di Indonesia saja, kebijakan ini juga  diberlakukan hampir di seluruh negara, sebagai upaya memutus rantai penyebaran wabah Covid-19.  

Banyak pihak yang menyesalkan kejadian ini.  Ternyata masih ada sekelompok orang yang egois berlaku seenaknya. Padahal tenaga medis tengah berjibaku di garis depan, merawat pasien Covid-19. Tak sedikit dari mereka yang sudah meregang nyawa lantaran ikut tertular. 

Kejadian di atas mengingatkan saya dengan pendekatan yang disampaikan oleh Jacqueline Gollan. Dia adalah seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern Feinberg School of Medicine, yang meneliti gejala psikologi yang terjadi di masyarakat selama pandemi. 

Ia menjelaskan, di awal pandemi, manusia umumnya berlaku waspada supaya jangan sampai ikut terinfeksi. Ini persis yang terjadi di masyarakat kita pada pertengahan Maret lalu. Mereka takut keluar dari rumah. Hampir setiap waktu, media pun ramai-ramai memberitakan perkembangan penyebaran pandemi. 

Dimulai korbannya yang berjatuhan satu demi satu, kondisi pasien yang tak boleh ditemani sanak keluarga, hingga studi yang menyebutkan Covid-19 mirp dengan HIV. Sebab keduanya sama-sama menyerang sistem imun tubuh. Aktivitas manusia di luar rumah seakan mandek. Sampai-sampai jalanan ibukota sepi lalu-lalang. 

Sayangnya kondisi ini hanya bertahan sebulan saja. Sebagian warga mulai bosan dan 'colong-colong' keluar rumah. Ke mal, Puncak (Bogor) dan destinasi lainnya. Seolah lupa bagaimana ganasnya virus ini  yang telah menelan ratusan ribu korban jiwa di Amerika Serikat pada periode itu. 

Hobi Adalah Kunci

Ilustrasi menulis sebagai salah satu hobi yang bisa digeluti saat pandemi. Sumber: pixabay.com

Sebenarnya, bosan di rumah berkepanjangan itu wajar. Berbulan-bulan kita tidak lagi bisa nongkrong dengan teman, keluar nge-gym, bahkan sekolah hingga kantor pun turut dirumahkan. Masalahnya adalah bagaimana kita mengalihkan perhatian kita selama karantina. Salah satunya, dengan menggeluti hobi yang kita miliki. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline