Lihat ke Halaman Asli

Fauzi Saleh

Menulis adalah meditasi dalam kehidupan

Rencana Investasi, Kesenjangan dan Munculnya Kelas Buruh

Diperbarui: 23 Juli 2020   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ketenagakerjaan erat kaitannya dengan produktivitas penduduk, pendidikan, angkatan kerja dan investasi. Kedatangan Raja asal Arab yaitu Salman bin Abdulazis Al Saud ke Indonesia seolah membawa angin surga dunia. 

Harapan akan adanya investasi dengan nilai yang "jumbo" dinanti oleh banyak pihak. Nyatanya pada periode 2010 sampai 2015 investasi negeri Arab Saudi tercatat sebesar US$ 34 juta atau hanya 0,02% nilai investasi asing yang masuk pada kurun waktu tersebut. 

Pada tahun 2016 investasi hanya berjumlah US$ 900 ribu atau sekitar Rp 11 Miliar. Nilai investasi tersebut terbilang jauh jika dibandingkan dengan Uni Emirat Arab dengan nilai sekitar US$ 56 Juta (BKPM, 2016). 

Datang dengan jumlah rombongan kurang lebih 1.500 orang dan dilengkapi dengan eskalator pribadi, logistik dan bahan makanan seketika membuat pemerintah dan media sibuk. Nilai investasi tersebut bukanlah angka fantastis jika disandingkan dengan Singapura dengan jumlah yang mencapai US$ 9 Miliar (BKPM, 2016). 

Investasi memang menggiurkan bagi Indonesia, apalagi dengan angka angkatan kerja yang menyentuh angka 6.635.187 jiwa (BPS, 2016) dan dikelola dengan baik maka jumlah tesebut dapat dipergunakan guna membangun infrastruktur dan peningkatan belanja daerah . 

Perencanaan dan tata kelola merupakan ruh dalam pengembangan ekonomi. Resep Trickle down effect dari Albert O Hirschman akan sangat dahsyat jika implementasinya tepat. Hirscman menuangkan gagasan ekonomi makro dalam bukunya yang berjudul The Essential Hirschman, meningkatnya kondisi ekonomi memiliki dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

Terminologi mengenai peningkatan kondisi ekonomi merupakan hal yang paradoks. Peningkatan ekonomi di Indonesia belum memiliki dampak signifikan terhadap angka rasio gini. 

Merujuk data yang dirilis Badan Pusat Statistik (2016) ekonomi Indonesia tumbuh dari 4,8% pada tahun 2015 dan meningkat di tahun 2016 menjadi 5,02%. Angka rasio gini menurun menjadi 0,39%, penurunan ini lebih baik daripada era kepemimpinan sebelumnya. 

Penulis tidak akan membandingkan secara politis model kepemimpinan presiden di Indonesia. Secara eksplisit peningkatan ekonomi nasional belum memiliki dampak kepada kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. 

Nilai rasio gini dan pertumbuhan ekonomi memang mengalami peningkatan akan tetapi ketimpangan antara kelas dalam masyarakat Indonesia cukup besar. Data yang diterbitkan oleh Majalah Tempo merujuk pada Credit Suisse, jumlah kekayaan 1% kekayaan orang di Indonesia menguasai 49,3% kekayaan Indonesia. 

Indonesia menempati peringkat keempat dunia dengan jumlah populasi mencapai 245 Juta jiwa dan 164 juta merupakan populasi dewasa-17 tahun sampai 65 tahun- (Badan Pusat Statistik, Population Census 2015). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline