Lihat ke Halaman Asli

Farhan Fauzy

Mahasiswa Unsoed

Diplomasi Era Soekarno dan Perjuangan Diplomasi Pengakuan Kemerdekaan Indonesia

Diperbarui: 18 Oktober 2021   00:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diplomasi Era Soekarno dan Perjuangan Diplomasi Pengakuan Kemerdekaan Indonesia

Setelah Ir.Soekarno bersama Moh.Hatta telah membawa bangsa Indonesia kepada era baru dimulai dengan memprolamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. 

Sebagai sebuah negara yang baru merdeka dari penjajahan, tentunya dibutuhkan pengakuan dari negara lain dan dunia internasional bahwa Indonesia telah siap untuk berdiri sebagai sebuah negara dan juga untuk menjadi sebuah anggota dari sistem internasional. 

Namun, Belanda tetap ingin menjajah Indonesia kembali dan melakukan berbagai cara untuk mengahalangi kemerdekaan yang ingin dicapai oleh Indonesia pada panggung Internasional. 

Pada saat itu, Indonesia dihadapkan dengan situasi yang dilematis, dimana golongan kiri menginginkan Indonesia bergabung dengan komunis yang anti-barat dengan tujuan untuk memperkuat perlawanan terhadap Belanda yang merupakan anggota blok barat. Namun pemimpin nasionalis seperti Moh.Hatta dan Sutan Sjahrir tidak ingin Indonesia dikuasai oleh komunis. 

Oleh karena itu, Indonesia kemudian mengambil jalan tengah yaitu dengan bersikap netral  dan tidak memihak blok manapun. Hal ini dikarenakan Indonesia berusaha untuk tetap konsisten dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, prinsip yang menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak setiap bangsa dan juga prinsip yang menekankan eksistensi kedamaian secara aktif seperti yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-empat yang berbunyi "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarakan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial".

Dua hari setelah kemerdekaan, Republik Indonesia berhasil membentuk susunan kabinet pertamanya yang meliputi 19 menteri, dan salah satunya adalah Menteri Luar Negeri yang dijabat oleh Ahmad Soebardjo. Namun sayangnya, kabinet ini tidak bertahan lama, dibentuk pada 2 September 1945 kemudian terjadi perubahan pada 14 November 1945 yang kemudian mengangkat Sutan Sjahrir sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang kedua. 

Perubahan ini juga mempengaruhi sistem pemerintahan dari presidensial menjadi bentuk ministerial. Sejak saat itulah, Indonesia mulai menerapkan kebijakan-kebijakan diplomasi untuk melakukan perundingan dengan Belanda.

Pada 17 November 1945, dilakukan perundingan pada pertama kalinya. Perundingan ini dilaksanakan di markas besar tantara sekutu di Jakarta. Perundingan ini kemudian berlanjut dengan pengiriman misi diplomatik pertama Republik Indonesia ke Belanda di sebuah tempat bernama Hoge Veluwe. Misi diplomatik inilah yang menjadi awal mula panjangnya proses panjang dalam perundingan Indonesia-Belanda.

Dalam laman Kementerian Luar Negeri tercatat bahwa setidaknya ada tiga perundingan penting dalam periode awal tugas diplomasi mempertahankan kemerdekaan, yaitu perundingan Linggar Jati pada tahun 1946-1947 yang membahas tentang kedaulatan RI berupa wilayah Jawa, Madura dan Sumatera, kemudian Perundiingan Renville pada 1947-1948 yang menyepakati adanya gencatan senjata dan perluasan wilayah Belanda, dan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949 yang merundingkant tentang pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.

Perundingan Linggar Jati berlangsung sebanyak 11 kali yang dimulai dari 22 Oktober sampai 16 November 1946. Perundingan Linggarjati ini menghasilkan "Persetujuan Linggarjati" yang isinya adalah kesepakatan terhadap kedaulatan Republik Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline