Lihat ke Halaman Asli

Hak Seksual yang Terlupakan

Diperbarui: 4 Maret 2019   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: sisyaali.wordpress.com

Kasus prostitusi daring yang menyiduk satu artis ibu kota berinisial VA masih jadi topik utama di awal tahun 2019. Bahkan, masyarakat lebih tertarik mengulas dan menyimak ini dari pada Calon Presiden (Capres)-Calon Wakil Presiden (Cawapres).

Memang, VA telah ditetapkan oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) sebagai tersangka dalam kasus prostitusi daring ini. Sayangnya, masih banyak yang menganggap kalau status tersangka VA dikarenakan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK).

Ada juga teman saya, menanyakan kalau VA menjual siapa kok jadi tersangka?

Saya mengikuti proses hukumnya. Sampai hari ini masih berjalan di Polda Jatim. Penetapan status itu bukan karena PSK. Bukan juga karena moralitas. Polisi menetapkannya karena pelanggaran UU ITE. VA dianggap oleh polisi dengan sengaja mentransmisikan foto dan video tubuh vulgarnya kepada muncikari.

Maka dari itu, VA terjerat pasal 27 ayat 1 UU ITE tentang kesusilaan. Ia pun terancam hukuman pidana 6 tahun penjara.

Jadi, bukan soal moralitas. Nah, sebenarnya melanggar apa tidak menjadi seorang PSK? Sampai hari ini kenapa PSK tidak bisa jadi tersangka dan dipidanakan?

Tapi, kalau membahas kasus prostitusi, kebanyakan berada di sisi pemikiran mayoritas bangsa ini. Jadi kaum moralis lebih tepatnya.

Para kaum moralis menilai kalau hubungan seks di luar nikah atau perkawinan itu dilihat sebagai hal yang menyimpang. Mereka menganggap adanya korupsi moral. Moral hanya berkutat pada permasalahan dosa, dan bukan perlindungan terhadap yang lain (the other). Maka, komersialisasi seks menjadi hal yang dikecam di negeri ini. 

Perlu diketahui, pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tidak ada aturan  menjerat seorang PSK. Karena, tidak bisa menempatkan hukum sebagai alas di atas moralitas. 

Pasalnya, setiap orang punya kadar moral yang berbeda-beda. Kalaupun diterapkan KUHP-nya, negara tentunya sangat tidak bijak jika mengatur rakyatnya dengan dasar yang tidak pasti itu.

Nah, perlu diketahui juga, kalau setiap orang punya hak seksual. Berdasarkan deklarasi International Planned Parenthood Federation (IPPF) pada 1994, hak seksual juga mencakup hak terhadap riwayat hubungan seksual atau perilaku seksual. Setiap orang berhak untuk memanfaatkan seksualitasnya bebas dari kekerasan dan pemaksaan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline