Lihat ke Halaman Asli

Fadya Asmadina Aulia

Mahasiswi Pendidikan

Menyelami Kearifan Ki Hadjar Dewantara: Transformasi Pendidikan Indonesia

Diperbarui: 4 Mei 2024   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Pribadi

Sebagai seorang pendidik dan mahasiswa PPG Prajabatan, mengikuti perjalanan modul Perspektif Sosio Kultural dalam Pendidikan Indonesia telah membawa saya pada sebuah refleksi mendalam terhadap pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Dalam proses pembelajaran ini, saya telah meninjau kembali tugas-tugas yang telah saya lakukan dalam fase Mulai Dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, dan Demonstrasi Kontekstual. Melalui refleksi ini, saya ingin berbagi kesimpulan dan pengalaman pribadi saya.

Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan besar Indonesia, menyuarakan gagasan-gagasan revolusioner yang masih relevan hingga saat ini. Salah satu pemikirannya yang paling memukau adalah konsep "Tripusat Pendidikan", di mana keluarga, sekolah, dan masyarakat dianggap sebagai sumber pembelajaran yang penting bagi peserta didik. Konsep ini mengilhami saya untuk melihat pendidikan sebagai upaya kolaboratif yang melibatkan semua pihak terkait.

Selain itu, beliau juga menekankan pentingnya pendidikan yang berorientasi pada kebebasan dan kemandirian. Beliau memandang setiap individu sebagai makhluk yang memiliki potensi unik dan hak untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya. Hal ini memicu saya untuk merenungkan kembali pendekatan pembelajaran yang saya terapkan di kelas, dengan memberikan ruang lebih besar bagi eksplorasi dan kreativitas peserta didik.

Sebelum mempelajari topik ini, saya cenderung melihat peserta didik sebagai penerima informasi, yang peran utamanya adalah untuk menyerap pengetahuan yang saya berikan. Namun, setelah memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara, saya menyadari bahwa pendidikan seharusnya lebih dari sekadar mentransfer informasi. Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk membebaskan potensi individu dan membantu mereka menjadi pribadi yang mandiri.

Dengan memahami ini, saya telah mulai mengubah pendekatan pembelajaran saya di kelas. Saya lebih mendorong peserta didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran, memberikan ruang bagi mereka untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan bereksperimen. Saya juga lebih berusaha untuk membangun hubungan yang lebih erat dengan komunitas lokal, mengintegrasikan kehidupan sehari-hari mereka ke dalam pembelajaran.

Dalam menghadirkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam suasana kelas, saya telah merancang pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan lingkungan sekitar mereka. Sebagai contoh, saat kegiatan P5 dengan berkolaborasi bersama dinas ketahanan pangan dan pertanian kota Bandung, kita belajar membuat pestisida organik dari kulit buah. Kemudian mengajarkannya kembali pada peserta didik dan langsung digunakan dan dipraktikkan pada tanaman yang ada di dalam lingkungan sekolah. Peserta didik juga diarahkan untuk mencobanya di rumah. Peserta didik diajak untuk menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam membantu memecahkan masalah nyata di komunitas mereka.

Selain itu, saya juga menciptakan suasana kelas yang inklusif dan kolaboratif, di mana peserta didik merasa didengar dan dihargai. Saya mendorong mereka untuk saling mendukung dan belajar dari satu sama lain, menciptakan lingkungan yang mempromosikan kemandirian dan kerjasama.

Setelah melakukan refleksi, saya semakin yakin bahwa pendidikan harus menjadi alat untuk mengubah dunia, dan pemikiran Ki Hadjar Dewantara adalah sumber inspirasi yang tak ternilai harganya. Saya berharap bahwa dengan menerapkan gagasannya dalam praktik saya sebagai seorang guru, saya dapat membantu menciptakan generasi yang lebih mandiri, kreatif, dan berdaya dalam masyarakat kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline