Lihat ke Halaman Asli

"Curcol" pada Kartini

Diperbarui: 2 Mei 2017   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cilodong, 21 April 2017

Menjumpai Kakandaku Kartini,

semoga dirimu baik-baik saja ketika membaca suratku ini.

(Sayup-sayup terdengar lantunan suara The Beatles … Many times I've been alone, and many times I've cried, Any way you'll never know, the many ways I've tried, And still they lead me back, to the long winding road .…)

Aku mulai menulis surat ini ketika mendengar lagu itu.  Aku memang sentimental. Aku memang sering menangis, tetapi sekarang belum menangis. Tiba-tiba saja aku ingin menulis surat untukmu, mencurahkan isi hati, mengenang kehampaan hidupku.

Ketika  mulai menulis, aku jadi teringat penggalan suratmu dulu …

“… dan kami yakin seyakin-yakinnya bahwa air mata kami, yang kini nampaknya mengalir sia-sia itu akan ikut menumbuhkan benih yang akan mekar menjadi bunga-bunga yang akan menyehatkan generasi-generasi mendatang.” (Surat R.A. Kartini kepada Ny. Abendanon 15 Juli 1902-DDTL, hal. 214).

Duhai kakakku Kartini, benarkah aku adalah satu di antara benih yang mekar itu? Benarkah aku akan mekar menjadi bunga-bunga yang menyehatkan generasi-generasi mendatang? Sementara kini aku merasa  terpuruk dalam sebuah kehampaan hidup.

Dulu kupikir aku bisa jadi pengikutmu, aku akan bisa ikut menumbuhkan benih menjadi bunga-bunga yang menyehatkan generasi mendatang. Namun, nyatanya aku tak bisa menyehatkan diriku sendiri. Sebuah kiamat kecil telah menghampakan hidupku.

Seperti potongan syair lagu itu, the long and winding road,  aku telah melewati jalan panjang menyusuri perjalanan karierku, karierku sebagai seorang guru. Jalan panjang itu masih kulanjutkan menggapai impianku berkarier di Pusat Bahasa, impianku sejak aku diterima di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Kakakku Kartini, tahukah Engkau, jikalau aku sudah sembilan belas tahun menantikan bisa bergabung di Pusat Bahasa?  Tahukah Engkau betapa bangganya aku menyandang gelar pegawai Pusat Bahasa? Terbayang keinginan untuk memperbaiki pengetahuan kebahasaanku yang ketika masuk ke kantor itu masih kurasa minim sekali. Ya aku ingin melanjutkan kuliah karena kutahu banyak sekali pekerjaan yang bisa aku lakukan berbekal ilmu bahasa Indonesiaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline