Lihat ke Halaman Asli

Waspada "Food Coma" Usai Berbuka Puasa

Diperbarui: 18 Mei 2018   19:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: khabarfovri.ir

Ramadan tiba! Bulan istimewa ini mendatangkan kebahagiaan bagi banyak orang. Semaraknya bulan Ramadan diwarnai dengan aneka kegiatan yang disambut dengan sukacita. Di antara yang dapat kita lihat adalah hadirnya menu makanan dan minuman yang tidak kita temukan di bulan lainnya, dengan aneka warna, aroma, dan rasa yang menggoda.

Saat berpuasa, waktu untuk menyantap makanan dan minuman menjadi terbatas, mulai dari berbuka di sore hari hingga selesai waktu sahur. Waktu lampu hijau untuk makan yang memendek ini tidak menjadikan kita boleh mengonsumsi makanan dalam jumlah besar sekaligus, baik saat berbuka puasa maupun sahur. Tetap ada rambu-rambu yang sebaiknya dipatuhi agar kondisi kesehatan terjaga dan tidak mengganggu ibadah kita.

Dari mata turun ke perut
"Lapar mata" sering terjadi ketika kita menyiapkan menu berbuka. Akibat telah berpuasa seharian, terkadang orang merasa dirinya harus membayar rasa lapar tersebut dengan makan dan minum sebanyak-banyaknya saat berbuka. Selain menyiapkan menu yang tidak biasa, tak jarang jumlah makanan yang disiapkan pun tidak biasa. Akibat dari "lapar mata" yang dituruti, bisa-bisa setelah berbuka justru mengalami "food coma".

"Food Coma"
Pernah mengalami tubuh terasa berat untuk beribadah setelah makan besar saat berbuka? Kondisi ini disebut "post-prandial somnolence" atau "food coma". Jika setelah berbuka puasa malah mengalami kantuk yang berat, tentu akan sangat mengganggu kegiatan ibadah.

"Food coma" terdiri atas dua kondisi yaitu tubuh terasa lemah dan tidak bertenaga akibat aktivasi sistem saraf parasimpatis (sistem saraf yang aktif dalam kondisi rileks, seperti saat makan), dan rasa mengantuk yang berat.

Dalam tubuh kita terdapat sistem saraf otonom (sistem saraf yang bekerja tanpa perintah secara sadar) yang sifatnya berlawanan satu sama lain. Sistem tersebut yaitu sistem simpatis (aktif saat kondisi siap siaga, atau "fight or flight") dan sistem parasimpatis (aktif saat kondisi rileks).

Saat kita mencerna makanan, sistem saraf parasimpatis akan menjadi lebih dominan. Saat hal ini terjadi, terdapat perubahan aliran darah ke otak dan terjadi penghantaran sinyal dari organ pencernaan yang melibatkan sistem saraf dan hormon. Mekanisme ini membuat tubuh terasa ingin istirahat. Respons parasimpatis ini berbanding lurus dengan besarnya jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satu waktu.

Terdapat juga pernyataan bahwa kondisi ini disebabkan kadar tryptophan yang tinggi akibat makanan yang dikonsumsi. Di mana asam amino tryptophan ini akan diubah menjadi serotonin, lalu diubah lagi menjadi melatonin. Serotonin dan melatonin ini memiliki fungsi regulasi utama dalam siklus tidur.

Mekanisme lain yang dinyatakan dalam "food coma" melibatkan hormon insulin dan ion kalium. Dimana ketika terjadi asupan gula yang tinggi, dan insulin bekerja, insulin akan mempengaruhi perpindahan ion kalium. Kalium dalam darah menjadi sedikit menurun atau disebut "mild hypokalemic state" yang mengakibatkan rasa lelah (fatigue) dan kelemahan otot.

Menghindari "Food Coma" dengan berbuka puasa sehat

Mari biasakan berbuka puasa dengan sehat agar ibadah di malam Ramadan tidak terganggu:

  • Utamakan rehidrasi cairan tubuh. Dilakukan dengan mengonsumsi air putih dan minuman manis. Hal ini akan membantu mencegah makan berlebihan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline