Lihat ke Halaman Asli

Eustachius Mali

Saya seorang guru SMA di Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Salah

Diperbarui: 5 Juni 2020   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah. Lawan katanya "benar". Biasanya, sesuatu dikatakan salah, jika secara faktual tidak sesuai dengan yang dipikirkan sebelumnya. Ada kontradiksi antara konsep yang dimiliki sebelumnya dengan kondisi riil yang sedang dihadapi saat ini.

Dengan kata lain, ketika tidak ada kococokan antara apa yang dibayangkan atau disampaikan seseorang dengan yang dialami langsung berarti informasi tersebut tidak benar. Ada sesuatu yang salah.

Kedua, kesalahan hanya diakui jika yang contrary to the fact itu sudah diketahui juga oleh orang di sekitar. Sering terjadi betapa susahnya seseorang mengakui kesalahannya. Pengakuan akan ketidakbenaran kadang berhubungan erat dengan kehadiran orang lain.

Misalnya, ketika seseorang tidak mengakui dirinya pernah keluar rumah, jika ada bukti. Buktinya? Seseorang melihatnya berdiri dengan teman lainnya di halaman sebuah gedung. Atau ketika secara kebetulan berpapasan di jalan dengan seseorang benar-benar mengenalnya. Kesalahan berhubungan dengan pengakuan sosial.

Selain 2 hal di atas, hal ketiga yang patut disikapi sehubungan dengan kesalahan atau ketidakbenaran adalah tidak perlu saling menghakimi. Kesalahan itu manusiawi. Siapapun, sepintar bagaimanapun dia, bisa salah.

Sebuah video lucu tentang percakapan antara seorang profesor yang menegaskan tidak adanya Tuhan karena Tuhan tidak bisa dilihat, tidak dapat diraba versus tanggapan balik seorang anak kecil yang mempertanyakan apakah sang profesor atau ilmuwan itu pernah melihat dan meraba otaknya sendiri yang katanya di dalam kepalanya merupakan contoh bahwa sebuah kebenaran dari satu segi bisa dipertanyakan dari versi lainnya. Sang anak didesak apakah pernah melihat Tuhan? Jawabannya, "Tidak pernah melihat Tuhan," memastikan kesimpulan sang profesor bahwa Tuhan tidak ada. Karena sesuatu yang tidak dapat diraba, tidak terlihat berarti tidak ada. Sebaliknya, jika ilmuwan hebat itu tidak sanggup meraba dan melihat otaknya sendiri di kepalanya berarti dia tidak punya otak. Keduanya berargumentasi yang sama, "sesuatu yang tidak dilihat dan tidak dapat diraba adalah tidak ada".

Saling mempersalahkan kadang tidak ada gunanya. Di lain pihak, kesalahan orang lain dapat sangat berguna bagi diri kita jika kita sungguh belajar dari kesalahannya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Rupanya peringatan agar tidak terantuk di batu yang sama penting dalam kehidupan umat manusia.    

Orang yang bersalah tidak patut dipermalukan, dihakimi, ataupun dihina. Kesalahannya bisa alarm, warning atau peringatan bagi kita bahwa kesalahan seperti itu tidak boleh ditiru.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline