Lihat ke Halaman Asli

Evi Siregar

TERVERIFIKASI

Dosen-peneliti

Meningkatkan Perlindungan kepada PRT, Kelompok Paling Rentan di Antara PMI

Diperbarui: 27 September 2021   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures, CC BY-SA 3.0/Jhr. J.C. (Josias Cornelis) Rappard (Schilder)

Pergi ke luar negeri dengan tujuan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan (yang lebih baik) untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga adalah salah satu tujuan yang ingin dicapai semua pekerja migran. Di banyak negara fenomena ini bahkan sudah menjadi sebuah tradisi sosial, budaya, dan territorial.

Menurut OIM UN Migration, pada tahun 2020 jumlah migran internasional di dunia mencapai sekitar 281 juta (setara dengan 3,6% dari populasi global), yang mana 164 juta merupakan pekerja migran. 

Selama dua puluh tahun terakhir, Asia merupakan wilayah yang mengalami pertumbuhan yang paling luar biasa, yaitu sebesar 74% (sekitar 37 juta orang secara absolut). Pada tahun 2019, jumlah total remittance yang dikirim oleh para pekerja migran (termasuk diaspora) di seluruh dunia mencapai 717 miliar dolar amerika.

Untuk kasus Indonesia, menurut Menaker RI Ida Fauziyah, yang disampaikan dalam diskusi "Pekerja Migran Indonesia di Masa COVID-19: Tantangan, Kontribusi, dan Harapan" pada Congress of Diaspora Indonesia ke-6 bulan Agustus yang lalu, merujuk pada data Bank Dunia dan BPS tahun 2017 jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) mencapai 9 juta (termasuk PMI procedural dan PMI non procedural), yang tersebar di 200 negara. 

Jika dilihat dari data penempatan yang tercatat di SISKOTKLN, selama 5 tahun terakhir rata-rata penempatan mencapai 266 ribu orang (jumlah PMI perempuan lebih tinggi daripada PMI laki-laki). Tambahan lagi, selama 3 tahun terakhir PMI didominasi Pekerja Rumah Tangga (PRT).

International Labour Organization (ILO) mengakui bahwa dalam sektor informal PRT merupakan bagian penting dari angkatan kerja global, tetapi termasuk di antara kelompok pekerja yang paling rentan. 

Mereka menerima upah yang sangat rendah, tetapi memiliki jam kerja yang terlalu panjang, tidak memiliki jaminan hari istirahat mingguan dan terkadang rentan terhadap kekerasan fisik, mental dan seksual atau pembatasan kebebasan bergerak. 

Eksploitasi terhadap PRT sebagian dapat dikaitkan dengan kesenjangan dalam ketenagakerjaan nasional dan undang-undang ketenagakerjaan, dan sering kali mencerminkan diskriminasi gender, ras, dan kasta. Saat ini setidaknya ada 67 juta PRT di seluruh dunia (belum termasuk PRT anak) dan 80%nya adalah perempuan.

PRT Indonesia juga tak lepas dari apa yang telah didokumentasikan ILO. Dalam diskusi "Pekerja Migran Indonesia di Masa COVID-19: Tantangan, Kontribusi, dan Harapan", Umrohatun, seorang PMI yang bekerja di Malaysia, menjelaskan situasi yang dialami banyak PRT Indonesia.

"PRT Indonesia sering berada dalam situasi yang tidak mendukung, mengalami pelanggaran hak pekerja dan tidak ada jaminan kerja yang layak. Respon lambat, gaji tidak dibayar, tidak ada libur, dan dokumen dirampas majikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline