Lihat ke Halaman Asli

Edy Priyatna

TERVERIFIKASI

Karyawan Swasta

Puisi | Matahari Menerangi Pendarnya Renggang

Diperbarui: 7 Desember 2018   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto : Dokpri

Puisi : Edy Priyatna

Hamba terdampar pada batu karang. Bahkan terpecahkan oleh waktu. Padahal baru kemarin pendulang kembali pulang. Setelah desa di landa gempa. Ku mandang suara pujian pun. Masih sayup terdengar. Menjadi hiasan batang pohon. Berasap wewangian kayu. Sementara senja menjadi sengkuap. 

Rumah pemimpin tertinggi. Bangsa kita nan selalu berperkara. Membuat lelah semua jiwa. Di tengah habisnya harapan hidup. Saat berkata di nilai sederhana. Begitu orasi di anggap dusta. Tak selalu pernah di gubris. Hingga semua kata tak bermakna. Pengusaha telah kehilangan hati.

Engkau mendadak hadir dengan ikhlas. Tanpa senjata tanpa atribut tanpa suara. Melakukan muncul unjuk rasa. Bertemankan api meninggalkan suara raga. Serdak butiran arang melekat pada sandang lusuh. Menghitung noktah titik demi titik. Hingga menyerap rasa panas. Dari kejauhan kembali terlihat. 

Para petani mulai membersihkan lahan. Di atas sawah ladang kering. Menari rentak dengan cangkulnya. Barangkali sejarah pertama kelompok ini. Akan bermakna bagi orang biasanya. Matahari menerangi pendarnya renggang. Sementara penguasa amat menyayangkan. Kendati simpati maupun sangat prihatin. Namun kau telah menyadarkan semua mata. Medan sudah dalam keadaan kotor dan harus di bersihkan.

 

(Pondok Petir, 03 Desember 2018)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline