Lihat ke Halaman Asli

Supriyatna

Emosi diujung pena

Wangsit Pangeran dari Petilasan

Diperbarui: 21 Juni 2021   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

WANGSIT PANGERAN
               DARI PETILASAN

Petak pasuruan menjadi tanah
amber di kidul bagaikan lethek
kala langgar bagaikan pemukiman
si anak tanah diperut pijakan

Awan bertindih-tindih di angkasa
mengalir dari celah sumber kehidupan
kala wong edan berebut singgasana
malapetaka tanda jawabannya

Si kenya kelam kian menggila
sibuk mempertontonkan perhiasannya
lekukan kain pembatas kaki
terkatung-katung membuka jendela

Aduh Celaka para ksatria
berburu tahta...
enggan mengurus si anak domba
rupanya geram rakus serakah

Di pojokan gubuk tak dikenali
si lare angon mencoba memperingati
bukan mengangon si susu perah
atau si badan bingkisan beduk

tengok sekarang kilasan wayang
para cendekia tertelan peradaban
ribuan kepala tak ada pegangan
penyimpan ilmu hilang satu-satu

pindah pandangan di pelupuk mata
pohon kurma mulai gelisah
jauh disebrang belahan suku berjubahhilang akar tak jua berbuah

lidah api tepat di lingkaran
samping singgasana panas perapian
terendam hingga menyentuh piringan
bersiap-siap cari akar menjulang

lewat masa tujuh padi mengering
diatas permukaan tampah menguning
kini tersisa masa bagai lautan
jeritan sudah tiada dihiraukan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline