Lihat ke Halaman Asli

Elma PrischilaSida

Mahasiswi UNC

Ritual adat Sumba Barat "Wulla Poddu"

Diperbarui: 29 Januari 2021   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari kepulauan dan latar belakang budaya yang berda beda, hal ini yang menyebabkan masyarakat di Indonesia memiliki kepercayaan dengan nama yang berbeda beda pula.

Indonesia dikenal sebagai Negara yang mempunyai tingkat pluralitas tinggi dalam bidang agama yang dianut di Indonesia. Pluralitas yang dimaksud adalah kenyataan bahwa dalam suatu kehidupan bersama manusia terdapat keragaman suku, ras, budaya dan agama. Di Indonesia terdapat 6 (enam) agama yang resmi di akui oleh pemerintah, yaitu Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha dan Konghuchu. Selain agama-agama resmi yang sudah membentuk komunitas penganut, disebut juga kepercayaan-kepercayaan lokal/agama asli yang banyak jumlahnya di Indonesia. Istilah agama lokal, dalam hal ini bisa disamakan dengan penggunaan istilah agama asli atau agama pribumi, yaitu sebuah agama yang bukan datang 2 dari luar suku penganutnya, karenanya agama ini lahir dan hidup bersama sukunya dan mewarnai setiap aspek kehidupan suku penganutnya yang telah dianut jauh sebelum agama dunia diperkenalkan kepada suku itu. Oleh karena kepercayaan-kepercayaan lokal itu ada dan berkembang di lokalitas dengan latar belakang kehidupan, tradisi, adat istiadat dan kultur yang berbeda-beda, maka dapat dipastikan bahwa masing-masing kepercayaan lokal itu memperlihatkan ciri-ciri khas yang berlainan satu sama lain.

Dalam upaya untuk mengenal dan lebih memahami salah satu kehidupan beragama di Indonesia, maka perlu diketahui pula salah satu keberadaan suatu aliran kepercayaan lokal yang masih hidup dan di anut oleh hampir sebagian masyarakat di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Agama aslinya disebut agama Marapu. Orang Sumba yang tidak menganut agama resmi di Indonesia mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Marapu dan seluruh bidang kehidupan orang Sumba terikat dengan pemahaman tentang Marapu.   

Kata Marapu dapat pula berarti suci, mulia dan sakti sehingga harus dihormati dan tak dapat diperlakukan sembarang. Tujuan utama dari pemujaan yang dilakukan oleh aliran Marapu bukan semata-mata kepada arwah leluhur itu sendiri, tetapi kepada Sang Maha Pencipta. Namun, jika manusia hendak berhubungan dengan Sang Pencipta, manusia harus memakai perantara atau media, yaitu Marapu arwah nenek moyang. Sang Pencipta akan menyampaikan keinginan dan jawaban melalui Marapu, kemudian Marapu memberitahukannya kepada manusia melalui jeroan ayam dan atau babi yang menjadi kurban dalam ritual. 

Salah satu upacara terbesar Marapu yang dilakukan setiap tahunnya oleh penganut Marapu yang masih bertahan sampai saat ini, yaitu ritual Wulla Poddu  yang hanya terdapat di suku We'e Bangga dan suku Loli di Kabupaten Sumba Barat.

Wulla Poddu berasal dari bahasa suku We,e Bangga dan juga suku Loli yang memiliki arti yang mendalam bagi masyarakat penganut Marapu yang diartikan dalam 2  kata  yaitu 'wulla' yang artinya bulan dan 'Poddu' yang berarti pahit, suci, tabu atau keramat. Jadi Wulla Poddu dapat diartikan sebagai bulan pahit, bulan suci, atau bulan keramat.

Ritual Wulla Poddu biasanya digelar detiap bulan Oktober hingga November. Selama ritual Wulla Poddu berjalan, ada serangkaian ritual yang digelar, ada yang bertujuan untuk memohon berkat, saranan mengucap syukur, ada yang bercerita tentang asal usul nenek moyang dan ada pula yang menggambarkan proses penciptaan manusia.

Ritual Wulla Poddu diselenggarakan di  empat  kampung utama yaitu kampung Gollu, kampung Bodo Maroto, kampung Tarung, kampung we'e bangga, akan tetapi hanya ada satu  kampung Poddu  saja yaitu kampung Tambera selaku Ina-Ama (ibu-bapak) yang berada di desa Doka Kaka, kecamatan Loli- kabupaten Sumba Barat, karena dari kampunginilah yang harus menentukan pelaksanaan ritual Wulla Poddu kemudian kampung kampung Poddu lainya dapat menjalankan ritual Wulla Poddu.

Ritual wulla poddu juga merupaka salah satu tradisi penganut marapu meramal nasibnya dengan menyembelih ayam dan r4angkaian upacara mendekati puncak Wulla Poddu. Dimana, para anggota keluarga di tiap rumah harus memberikan ayamnya kepada Rato (tua adat) untuk di sembelih agar bisa melihat pesan-pesan dari arwah nenek moyang mereka, Rato adat membelah dada ayam dengan pisau sehingga terlihat jantung, hati dan ususnya kemudian Rato tersebut meramal nasib melalui jeroan ayam yang disembelih, jika hati ayamnya terlihat merah segar, pemiliknya dianggap bernasib baik,

Acara Wulla Poddu ini sangat sakral dan di hormati serta di hargai sebagaian besar masayarakat dan bagi semua agama-agama yang berada dalam kota Waikabubak dan Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat, di antaranya yaitu agama Kristen Protestan, Katolik, Islam dan Hindu. Pada saat acara ritual ini sudah berlangsung, semua masyarakat selalu mematuhi larangan- larangan yang ditetapkan tua-tua adat yang berlaku bagi seluruh masyarakat di Kecamatan Kota dan Kecamatan Loli.

penganut kepercayaan Marapu ini mampu menunjukkan pula solidaritas mereka melalui bentuk-bentuk ritual Wulla Poddu yang dilakukan setiap tahunnya hingga saat ini dan mampu mempertahankan penganut, ajaran dan nilai-nilai kekeluargaan yang diwariskan oleh leluhur mereka walau kurang mendapat perhatian dan pengakuan dari pemerintah terhadap eksistensi dari kepercayaan Marapu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline