Lihat ke Halaman Asli

Elina A. Kharisma

TERVERIFIKASI

Berbagi hal baik dengan menulis

Drupadi Feminis?

Diperbarui: 3 Mei 2017   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca buku berjudul "Drupadi" karya Seno Gumira Ajidarma. Sebenarnya saya kurang suka cerita pewayangan tapi mengingat saya selalu terkesan dengan tulisan Seno Gumira Ajidarma, saya pun tidak bisa menahan diri untuk tidak membaca novel ini. 

Saat membacanya, ada beberapa bagian yang menarik perhatian saya. Berikut adalah kutipannya:

1. "Drupadi tertunduk. Apakah perempuan diandaikan tidak punya kemauan? Tentu seorang perempuan memiliki kehendaknya sendiri. Namun meski dirinya hidup di antara para bijak, selain kepada perempuan tidak pernah diajukan pertanyaan, perempuan sendiri tidak akan pernah memperjuangkan kehendaknya." (hal. 26)

2. "Para Pandawa mengaku dirinya ksatria, tapi tidak melaksanakan kewajibannya, membela istri mereka yang setia. Apakah seorang perempuan boleh dihina dan tidak dipedulikan harga dirinya?" (hal. 96)

3. " Aku Drupadi telah selalu menjunjung tinggi mereka (Pandawa), terlunta-lunta dan tersia-sia dalam penderitaan tak terbayangkan beratnya. Aku telah selalu mengabdi kepada mereka , tapi apa pengabdian mereka kepadaku? Bukankah pria dan wanita sesungguhnya setara? Tapi mereka tidak pernah menyetarakan perempuan!" (hal. 96)

4. "Seorang perempuan selalu dituntut untuk bersabar, tapi ada saat untuk tidak lagi bersabar....Aku seorang perempuan dan aku masih manusia, aku tidak akan membiarkan diriku dihina!" (hal.97)

5. Drupadi berkata lagi. "Di dunia ini kaum lelaki selalu merasa dirinya paling menentukan. Cobalah kita perempuan mengambil tindakan, maka mereka akan kelimpungan." (hal. 99)

6. "Drupadi merasa kehidupan ini tidak adil. Mengapa penderitaan ditimpakan kepada perempuan?" (hal. 100)

7. "Kresna, engkau sungguh pandai bicara. Tapi engkau belum pernah menjadi korban...Aku sudah menjadi korban, dan dari seseorang yang sudah menjadi korban, engkau memintanya berjiwa besar. Apakah itu tidak terlalu berlebihan?" (hal. 108)  

Kutipan-kutipan di atas membuat saya bertanya-tanya, "Apakah Drupadi feminis?" Jika saja Dewi Kunti juga bertanya kepada Drupadi tentang seorang dari Pandawa yang dia inginkan untuk menjadi suaminya, mungkin dia tidak akan menjadi perempuan poliandris. Kalau saat penentuan suami, Drupadi berani berbicara meskipun tanpa ditanya, mungkin ceritanya akan berbeda. Saya pun hanya bisa berandai-andai. Jadi, apakah Drupadi feminis? Yang jelas "apalah artinya Pandawa tanpa Drupadi."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline