Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Cerpen | (Cemburu) Membunuh Senja

Diperbarui: 3 November 2018   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:pinterest.co.uk/Michel Richard

Selain hujan, siapa lagi yang bisa mengaduk-aduk perasaan? 

Senja. Ya. Senja dengan segala tipu muslihatnya.

Senja yang kau pikir indah dengan rona jingga menawan itu, sebenarnya tak lebih dari sekadar kamuflase belaka. Palsu. Penampilannya hanya untuk menutupi kebohongan demi kebohongan. Kemunafikan demi kemunafikan.

Sudah lama aku ingin membunuh senja. Menikamnya tidak saja dengan kata-kata, tapi juga dengan belati paling tajam yang kurakit sendiri.

"Mari kita pulang, Nak. Ini November kedua sejak kau bertekat melukai senja," suara Ibu. Lembut membujukku. Tapi aku bergeming.

"Mungkin belati ini sudah karatan, ya, Bu. Hingga membuatku selalu gagal membunuh senja," aku mengeluh. 

"Pulang adalah sebaik-baik tempat untuk mengistirahatkan hati dan pikiran," Ibu berkata lagi. 

"Pulang? Pulang ke mana? Ke rumah kita yang kumuh dan dipenuhi oleh aroma iblis itu?" aku tertawa. Tawa yang sangat keras. Tawa yang membuat bunga-bunga dan dedaunan pohon Kamboja terkejut lalu berebut menggugurkan diri. Bunuh diri.

Ini November ketiga. 

Aku kembali menatap senja yang masih berdiri angkuh di hadapanku.

"Sudah berapa banyak hati kau lukai? Bah!" aku meludah. Menghujamkan tatapan paling nanar ke ulu hati senja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline