Lihat ke Halaman Asli

Demokrat dan PKS Gigit Jari, Jokowi Jadi Sasaran Tembak

Diperbarui: 12 Februari 2021   15:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar Anies Baswedan & AHY: Tribunnews.com - Jokowi: Media Indonesia - Edit: Elang Salamina


PARTAI Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nampaknya harus kembali gigit jari, setelah pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu hampir pasti batal. Namun, sepertinya kedua partai ini tidak mau menyerah begitu saja. Mereka kompak menjadikan Presiden Jokowi sasaran tembak. 

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengatakan ada invisible hand alias tangan yang tak terlihat di balik pembatalan RUU Pemilu. Dia menyebut, keberadaan tangan tak terlihat mulai terasa sejak terjadinya pertemuan Jokowi dengan sejumlah mantan juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf di Istana Kepresidenan, beberapa waktu lalu. Terbukti, sejumlah partai politik langsung berubah sikap untuk membatalkan pembahasan RUU Pemilu. 

"Pertama tadi, secara teknis ada invisible hand, ketika Pak Jokowi menyatakan perubahan, kemudian mengundang juru bicara TKN maka berubah ya," kata Mardani dalam diskusi yang berlangsung secara daring, Kamis (11/2). Dikutip dari CNN Indonesia. 

Masih dikutip dari CNN Indonesia, Mardani menyebut pembatalan RUU Pemilu, terutama soal normalisasi Pilkada 2024 menjadi 2022 dan 2023, paska hasil survei yang buruk muncul ke publik. 

"Belum lagi awalnya saya dapat banyak info [bahwa] 2022 [dan] 2023 on. Tapi ketika hasil surveinya ternyata jeblok, 2022 [dan] 2023 di-off-kan," ujar Mardani, sembari mengatakan, pihaknya akan terus berusaha agar pembahasan RUU Pemilu tetap dilanjutkan. 

Sebelumnya, Partai Demokrat pun mengungkapkan kekecewaan atas batalnya pembahasan RUU Pemilu. Bahkan, Irwan, Wakil Sekretaris Jendral Partai Demokrat, mencurigai langkah tersebut diambil karena Presiden Jokowi ingin menyiapkan putranya Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2024. 

Dari dua pernyataan petinggi kedua partai oposisi di atas, modusnya sangat mirip. Yakni, sama-sama menyalahkan Presiden Jokowi. Hanya cara penyampaiannya saja yang berbeda. 

Mardani Ali Sera lebih cenderung bicara aturan dan memberikan kesan bahwa Presiden Jokowi sebagai tokoh sentral yang menggagalkan pelaksanaan pembahasan RUU Pemilu. Sedangkan Irwan lebih straight to the poin. Dia mengatakan, keterlibatan Presiden Jokowi membatalkan pembahasan RUU dimaksud semata-mata demi memuluskan langkah putranya, Gibran Rakabuming Raka untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta 2024. Pembahasan lebih lengkap soal Irwan dan kemungkinan opininya silahkan baca di sini

Pertanyaannya kemudian, kenapa Partai Demokrat dan PKS begitu ngotot menginginkan pembahasan RUU Pemilu tetap dilaksanakan, padahal mayoritas partai lainnya malah telah sepakat untuk dibatalkan? Jawabannya gampang ditebak. Yaitu semata-mata demi kepentingan politik. 

Baik Partai Demokrat maupun PKS sudah pasti banyak agenda politik yang ingin dimainkan bila Pilkada serentak bisa dilaksanakan pada tahun 2022 dan 2023. Namun, yang jauh lebih penting dari itu semua adalah ingin mengamankan dan menjaga panggung jagoannya masing-masing demi kepentingan Pilpres 2024. Dan sasaran tembak mereka, menurut penulis adalah Pilkada DKI Jakarta 2022. 

Partai Demokrat sudah barang tentu menginginkan ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bisa maju Pilpres 2024 dengan tingkat kepercayaan publik atau elektabilitas tinggi. Guna mendapatkan itu, tentu AHY harus memiliki panggung politik strategis. Sebab, dengan hanya mengandalkan jabatan ketua umum partai tidak mampu mendongkrak elektabilitas dirinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline