Lihat ke Halaman Asli

Lonceng Kematian KPK, Genderang Suka Cita Koruptor

Diperbarui: 13 September 2019   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: pinterest.com/edodiw

TELAH ditanda tanganinya Surat presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) oleh Presiden Republik Indonesia, Jokowi Widodo (Jokowi) dikhawatirkan akan menjadi lonceng kematian bagi lembaga KPK. Upaya pengkerdilan atau pelemahan terhadap lembaga antirasuah ini memang bukan sekali ini terjadi. 

Contoh kasus yang sampai saat ini masih misteri adalah penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Aparat kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang katanya sigap dalam bertindak dan profesional. Sampai detik ini masih kebingungan dan belum mampu mengungkap siapa dalang dibalik semua kejadian tersebut.

Seperti di lansir Tribunnews-Medan.com (11/9), Surat Presiden Jokowi tentang persutujuan pembahasan RUU KPK, sudah dilayangkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Kepastian penandatangan Surpres tersebut disampaikan Menteri Sekretris Negara, Pratikno.

Menurut Pratikno, daftar inventaris masalah (DIM) yang disampaikan dalam Surpres itu banyak merevisi draf RUU tentang KPK yang diusulkan DPR.

Beberapa kalangan dan pengamat meyakini, jika RUU KPK di syahkan Presiden Jokowi, akan sangat berpotensi mengebiri indenpendensi dan kinerja KPK.

Seperti ramai dibicarakan di berbagai media cetak maupun elektronik. Draft revisi Undang-undang KPK itu mencakup empat aspek. Pertama, tentang pemberian kewenangan KPK untuk menerbitkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3). 

Kedua, pengaturan kembali tentang kewenangan penyadapan. Ketiga, tentang keberadaan penyidik yang independen dan yang terakhir tentang pembentukan pengawas KPK.

Ke empat aspek ini yang memicu penolakan berbagai kalangan terhadap RUU KPK. Pasalnya diperkirakan akan berpotensi melemahkan dan mengebiri posisi lembaga antirasuah, yang berdiri sejak tahun 2002 tersebut.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, seperti dilansir detik.com, menegaskan, pihaknya melalui pusat Studi Hukum Dan Pusat Studi Kejahatan Ekonomi, telah mengkaji RUU revisi atas UU KPK. Hasilnya, ditemukan adanya pelemahan secara sistematik terhadap KPK. 

Dalam hal ini, KPK seperti ditempatkan sebagai bagian dari kekuasaan eksekutif, yang berpotensi menjadikan KPK sebagai subordinat pemerintah. KPK Tidak lagi independen, karena dapat disetir sesuai kehendak rezim yang berkuasa.

Jangankan empat aspek. Menurut penulis, satu aspek saja, pembatasan kewenangan KPK dalam hal penyadapan disyahkan, dampaknya akan signifikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline