Lihat ke Halaman Asli

Eko S Nurcahyadi

Penulis, Pegiat Literasi, aktivis GP Ansor

BTP dan Percepatan Transformasi Pertamina Menjadi Powerhouse

Diperbarui: 28 November 2019   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok hadir saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Minggu (20/10/2019). Jokowi dan Maruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden masa jabatan 2019-2024.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Sosok fenomenal Basuki Tjahaja Purnama (BTP/Ahok) di manapun ia berada akan selalu menjadi bintang bersinar. Keberadaannya di Pertamina sebagai Komisaris Utama bisa dipastikan memberi energi transformasi secara radikal. Energi yang ia miliki seakan tak pernah berkurang untuk mewujudkan visinya: good corporate governance.

Catatan prestasinya sebagai wakil gubernur dan kemudian menjadi gubernur DKI Jakarta tak terbantahkan baik oleh kawan maupun lawan. Walau tetap saja ada yang over kritis, tapi sama sekali tidak menyurutkan kecepatan eksekusi dan pergerakannya.

Setelah beberapa waktu absen karena harus menjalani hukuman yang seharusnya tidak ia terima, kini BTP kembali ke gelanggang publik. Ia menjadi salah satu sosok istimewa yang ditunjuk oleh menteri BUMN Erick Tohir sebagai salah satu pilar transformasi Pertamina menuju raksasa migas yang bersih dan efisien.

Melawan Mafia Migas
Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua Badan Usaha Milik Negara banyak terperangkap kepentingan politik serta mengalami beragam hambatan birokrasi yang membuat langkahnya lamban.

Beban itu masih harus ditambah lagi dengan banyaknya praktik mafia oleh oknum-oknum aparat yang tak jarang membuatnya terhuyung. Sehingga sulit menjadikan perusahaan negara tersebut memperoleh profit maksimal baik finansial maupun performa sosial.

Mafia migas nyaris menjadi bagian integral dengan keberadaan Pertamina sejak dekade 70-an melalui berbagai modus dan cara. Terakhir terbongkarnya tumor di bisnis Pertamina terbentuk melalui Pertamina Energy Service Pte. Ltd (Petral) sebagai subsidiary yang ditugasi mengatur pengadaan minyak mentah.

Inefisiensi terjadi selama puluhan tahun bersamaan dengan besarnya rente sebagai akibat unfair bidding (tender curang) pengadaan minyak mentah.

Petral memang akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Jokowi di awal periode pertama kekuasaannya. Lalu dibentuklah lembaga baru bernama Integrated Supply Chain Pertamina (ISC) sebagai pengganti dengan fungsi yang masih sama. Namun oknum jahat tentu saja akan terus ada selama peluang tersedia.

Melalui badan baru ISC Pertamina ini jika tidak dilakukan pengawasan ketat lalu tidak dikelola oleh satuan manajemen yang berkarakter bagus maka akan sangat mudah dijangkiti parasit yang dengan cepat akan berubah menjadi kanker ganas.

Harapan publik sejenak membuncah setelah kula nuwun ala Erick Tohir yang belum genap sebulan menjabat menteri BUMN langsung membuat banyak terapi kejut memangkas jabatan deputi dan sesmen.

Lalu rencana merombak susunan komisaris dan direksi di 142 BUMN yang dimulai dari tiga perseroan strategis meliputi Pertamina, PLN, dan Antam, seakan ingin menegaskankan kepada para stake holder bahwa perbaikan dan penyehatan semua BUMN akan dilakukan secara radikal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline