Lihat ke Halaman Asli

Efi anggriani

Wiraswasta

Gado-Gado dan Ingatan Kala Kecil

Diperbarui: 18 September 2019   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri-gado-gado

Gado-gado merupakan makanan kenangan yang tak pernah bisa saya lupakan. Kenangan di saat saya masih kecil dan rutin hampir sebulan pergi ke ke kota bersama ibu untuk kulakan dagangan karena dagangan harus ditambahkan di toko kecil kami di deretan toko, pasar terbesar di kota kami.

Perjalanan memakan waktu empat puluh menit. Ritual pertama adalah membeli gado-gado di pasar Beringharjo waktu itu masih pasar tradisional yang lumayan ruwet dengan gang-gang sempit. Jelas tidak seperti sekarang. Kelas empat SD saya mulai menemani ibu kulakan dagangan di kota yang lebih besar.

Gado-gado terenak se-Indonesia menurut saya. Bumbunya melumer dan menutupi semua sayurannya, dalam tumpukan kentang, wah pokoknya terlezat.

Beberapa saat kemudian saya, setelah saya dewasa hingga sekarang, sudah jarang ke warung gado-gado yang sudah ganti generasi. Saya tetap mencari sensasi yang sama rasanya, seperti gado-gado waktu saya kecil.

Berbagai warung gado-gado saya coba, tidak pernah ada yang sama rasanya dengan gado-gado dengan bumbu yang kemiripannya sama. Bahkan di warung generasi penerusnya. Tidak  sama lagi.

Lalu suatu hari mencoba gado-gado di sebuah restauran. Begitu saya melihat tampilannya. Ini dia, gado-gado persis sama dengan gado-gado waktu saya kecil. 

Rasa bumbu, tampilan dan tidak begitu banyak sayurannya. Sama persis, saya sudah mendapatkannya. Gado-gado yang punya nilai historis sendiri bagi saya.

Seperti biasa gado-gado terdiri dari sayuran seperti selada, kol, tomat. Ada kentang, ketimun dan telur rebus dan lainnya. Ketupat. Tetapi saya menghindari ketupat.

Sekian




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline