Lihat ke Halaman Asli

Effendy Wongso

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Sayonara, Ruki

Diperbarui: 28 Februari 2021   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cerpen Sayonara, Ruki. (Effendy Wongso/Dok. Pribadi)

Denpasar, 2004

Mengikuti partyzone seperti hari ini memang bukan kebiasaannya. Sarwana sama sekali tidak suka dengan iklim hura-hura, meski kadang-kadang kewajiban profesinya sebagai guide di sebuah travel mengharuskan dia mengikuti rutinitas hiburan sebagaian besar para turis itu.

Untung malam ini Mr John Rickers tidak terlalu ngotot ingin mengikuti acara pesta sampai pagi. Jadi dia bisa tenang beristirahat, dan tidak melulu begadang sampai kantung matanya menghitam. Usia senja memang tidak mengizinkan lagi tubuh visitornya yang besar itu untuk bergerak terlalu lama. Dan orangtua itu cukup bijak menyadari dirinya sendiri. Separuh tenaga tuanya memang sudah habis untuk mengelilingi Bedugul dan beberapa obyek wisata lainnya di Tanah Lot pagi hingga sore hari tadi.

Diputarnya tumit ke arah bartender setelah berpisah dengan bule tua asal Amsterdam itu. Sayang kalau voucher minumannya ditinggal mubazir. Jadi diputuskannya untuk menukarkannya dengan segelas minuman ringan. Dan dia baru saja bergerak dua tindak ketika seorang gadis Jepang menabraknya tidak sengaja.

"Sumimase," ujarnya dalam bahasa Jepang.

"It's okay." Gadis bermata sipit itu kelimpungan. Terbalik. Seharusnya sayalah yang minta maaf, bukan dia! serunya dalam hati. "Oh, I'm sorry. This is my fault."

Sarwana menanggapinya dengan senyum. Sama sekali tidak menyalahkan gadis itu meski Coca-Colanya terpental dan tumpah di lantai kafe. Sebuah anggukan kecilnya menyudahi kejadian kecil tadi. Dia pamit setelah bilang sayonara. Dan menghilang di rimba manusia yang tengah bergoyang mengikuti irama dari band di atas panggung.

Tapi gadis itu mencecarnya. Belum mau ditinggal begitu saja meski tidak ada sanksi apa-apa yang dikenakan padanya. Diterobosnya rimba manusia yang memadati ruangan kafe malam hari ini. Tiga malam berturut-turut dia kemari, tidak biasanya tempat hiburan di salah satu Kuta Square ini padat pengunjung, keluhnya. Diedarkannya matanya ke pojok ruangan. Cowok tadi sudah menghilang.

Dia berputar-putar. Masih berusaha mencari cowok tadi. Dia mengelak ketika tubuhnya nyaris terpental oleh sebuah dorongan tak sengaja dari seorang lelaki bule bertelanjang dada. Tanpa merasa bersalah lelaki tinggi besar itu meninggalkannya tanpa bilang apa-apa. Sementara itu band di atas panggung masih mengentak-entak. It's My Life-nya Bryan Adam terdengar serak dari suara sang penyanyi ketika dia memutuskan untuk berhenti sementara mencari cowok berkulit sawo matang tadi. Dia duduk di sebuah bangku kosong.

"May I sit here?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline