Lihat ke Halaman Asli

Efa Butar butar

TERVERIFIKASI

Content Writer

Dua Jam Berburu Foto "Instagramable" di Sekitar Pasar Klewer, Solo

Diperbarui: 10 Agustus 2019   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokpri) Si mbah dan liwetnya | Anastasye Natanael

Entah kenapa sejak awal mengenal Solo sebagai kota yang terkenal dengan tuturnya yang lembut, saya merasa seperti jatuh cinta pada tempat ini. 

Saat kuliah dulu, saya punya teman yang datang dari kota kecil nan ramah ini. Dwi Norviana namanya. Tak jarang dia berkisah tentang kerinduannya pada Solo. Tentang kelembutan saat berbicara, bahkan keayuan seorang wanita pada cara mereka berpakaian. 

Mungkin karena telah lama tinggal di Sumatera, teman saya sudah terlalu banyak terkontaminasi sikap dan bawaan orang Sumatera yang sedikit bertolak belakang dengan Solo. Kepribadiannya yang keras dan cara berbicaranyapun tak lagi sama dengan bayangan saya akan Solo.

Lambat laun, tertanam satu keinginan untuk menjajakan kaki di tempat ini. 

Mungkin bagi beberapa wanita, adalah hal yang mudah untuk menjadi wanita anggun nan gemulai namun disaat yang bersamaan dituntut juga untuk menjadi pribadi yang mandiri. 

Tidak bagi saya. Meski terlahir di Jakarta, saya tumbuh dan besar di daerah Sumatera Utara. Di mana saat berbicara biasa pun,orang-orang yang mendengar merasa bahwa saya sedang marah atau berteriak. 

Ah, saya sudah terbiasa dengan hal tersebut. Tidak ada yang aneh, justru saya akan merasa aneh saat seseorang bertanya "tumben lu kalem?"

Dalam bayangan saya, Solo adalah tempat yang tepat untuk menjadi wanita ayu, anggun dan mandiri. Namun tumbuh besar di Sumatera Utara, saya membiarkan diri saya jatuh cinta pada budaya Batak Toba yang melatih penduduknya untuk hidup keras, bertanggung jawab atas diri sendiri, namun dibaliknya penuh dengan kelemahlembutan. 

Kembali tentang Solo, meski jatuh cinta dengan keayuan wanita di sana, saya pikir saya akan menjadi penikmat seperti apa anggunnya mereka saja. Dan akan tetap membiarkan diri saya sebagaimana saya. 

Lagi-lagi, saya tak bisa pungkiri kebenaran satu kalimat yang disampaikan oleh A. Fuadi, bahwa tulisan adalah permadani terbang yang dapat membawamu kemanapun kamu mau. Maka menulislah.

Bermodal beberapa tulisan sederhana yang saya bagikan di laman Kompasiana, saya terpilih menjadi salah seorang peserta Danone Blogger Academy 2017. Selain berbagai materi untuk menambah pengetahuan seluruh peserta di bidang kesehatan dan nutrisi, kamipun berkesempatan untuk visit ke beberapa lokasi baik pabrik maupun kelompok CSR Danone. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline