Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Semoga Anggota Dewan yang Baru Memahami Ragam Pernikahan dan Implikasinya

Diperbarui: 1 Oktober 2019   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pernikahan: KOMPAS.com | ANDREAS LUKAS ALTOBELI

Andai saja ragam jenis nikah yang di luar pandangan paham suni (Indonesia) dianggap sebagai perbuatan zinah, maka bisa dipastikan bahwa rumah tahanan dan penjara makin penuh. 

Karena itulah sebelum bicara lantang dari gedung parlemen Senayan, Jakarta, para anggota dewan terhormat yang dilantik pada Selasa (1/10/2019), perlu memahami ragam pernikahan.

Sepertinya sih sepele. Tapi pandangan penulis ini penting. Pasalnya, banyak anggota dewan --baik pria maupun perempuan-- yang masih belum menikah, ke depannya tidak salah langkah hanya lantaran tidak memahami arti sebuah pernikahan.

Khususnya bagi anggota dewan yang beragama Islam. Memahami ragam pernikahan selain penting untuk diri sendiri juga ketika bicara lantang untuk kepentingan rakyat tidak sekadar asal bunyi tetapi memiliki kedalaman substansi.

Sebanyak 575 anggota DPR dan 136 anggota DPD terpilih dilantik pada siang ini di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta. Foto | CNN Indonesia

Hasil revisi UU Perkawinan. Foto | Antara

Kita tahu hingga kini adik-adik kita mahasiswa masih menyimpan kekecewaan berat terkait hampir disahkannya RUU KUHP oleh anggota dewan (yang lama). Setelah adanya permintaan dari Presiden Joko Widodo agar pembahasannya dilanjutkan kepada anggota dewan yang baru, maka RUU tersebut menjadi batal.

Rancangan Undang-Undang itu menimbulkan gelombang protes dari mahasiswa. Salah satunya mengenai pasal pidana untuk seluruh persetubuhan di luar nikah. Wah, untung dapat ditahan pengesahannya.

Masih banyak lagi pasal-pasal lainnya. Tapi, agar fokus pembahasannya penulis mengangkat prihal nikah.

Kita bersyukur bahwa Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengubah usia perempuan boleh nikah setelah usia 19 tahun. Ini adalah produk anggota dewan yang tak menimbulkan protes dari publik.

UU Perkawinan baru hasil revisi menetapkan usia minimum nikah bagi laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun. Dengan usia seperti itu, maka baik lelaki maupun perempuan diharapkan mampu memenuhi syarat kesiapan pernikahan itu.

Boleh jadi banyak orang setuju lantaran jika melihat angka kekerasan perempuan dan anak dalam rumah tangga masih tinggi. Survei terakhir Kemen PPPA menyebutkan 1 dari 3 perempuan usia 15 - 64 tahun di Indonesia mengalami kekerasan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka.

Selanjutnya, 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik dan 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual dan 1 dari 17 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline