Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

[Bagian 5] Belajar Mistik, Makrifat, hingga Tangkap Hantu

Diperbarui: 10 September 2019   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto:dok : Penkostrad) | republika.co.id

Dialog dengan "Penguasa" Gunung Sanggabuana
Penulis sedih. Mengapa? Ya, karena tugas sebagai kepala biro sekitar 8 tahun di Pontianak, Kalimantan Barat, berakhir. Awal 2002, Pemimpin Umum Antara di Jakarta menarik penulis untuk kembali bertugas di kantor pusat, Wisma Antara Jalan Merdeka Selatan 17.

Ketika berlangsung konflik antaretnis, penulis "berteriak" pinta ditarik ke Jakarta secepatnya. Tapi tak dipenuhi. Ketika suasana sejuk hadir di bumi khatulistiwa itu, baru diminta untuk balik. Ya, hati menolak.

Tapi, apa boleh buat, sebagai bawahan harus menurut. Penulis pun tak tahu langkah kaki harus kemana lagi, yang terpenting sudah ditanamkan dalam hati, kata dan perbuatan harus diarahkan sebagai ibadah semata. Hidup harus bermanfaat bagi orang sekitar. Setiap saat dan dimana pun.

Sikap demikian boleh jadi muncul dipengaruhi begitu mendalamnya ajaran makrifat yang didapat selama bermukim di Pontianak.

Ada perubahan pada diri penulis ketika kembali ke "habitat" di kantor pusat. Banyak mendatangi kamar kecil, untuk menyembunyikan tangisan. Cengeng banget, rasanya. Penyebabnya bisa datang dari hal ringan. Misal, menangis ketika menyaksikan orang-orang berebut jabatan, menangis menyaksikan mahluk aneh diiringi bau kemenyan ketika keluar dari mushola.

Ini sekedar testimoni saja. Bentuknya tinggi besar, kepala botak, perut buncit berdiri di hadapan penulis yang baru usai shalat magrib. Rupanya ia tengah menanti seseorang untuk dianiaya. Ya, tentu saja penulis memberi reaksi "keras", dengan berbicara seperti seorang diri sambil mengancam jika tak pergi akan menghadapi resiko.

Ya, ngancam hantu. Gitu, kira-kira maksudnya.

Mahluk halus dalam KisahHoror ternyata tak melulu di tepi hutan. Di gedung pencakar langit pun bisa hadir karena diundang seseorang setelah meminta bantuan dengan sang dukun. Serem, kan?

Bersyukurlah penulis yang sejak lama diajari untuk terus menerus minta perlindungan kepada Allah semata. Kala memasuki wilayah baru, diajari membaca doa Nabi Sulaiman. Sopan santun kepada siapa pun.

Manfaatnya dirasakan ketika penulis ditugasi untuk meliput di wilayah Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh. Penulis terlebih dahulu diminta untuk ikut latihan ketahanan fisik di Gunung Sanggabuana. Tepatnya sih seusai Pemerintah mengumumkan status operasi darurat milier di Aceh, yang kemudian dikenal dengan sebutan DOM.

TNI, saat itu, mengambil kebijakan melibatkan jurnalis selama operasi militer berlangsung dengan terlebih dahulu memberikan pengetahuan dan pelatihan dasar militer di Pusat Latihan TNI Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat. Pelatihan ini kemudian dikenal sebagai embedded journalist. Dengar sebutannya saja, wuih terasa keren banget.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline