Lihat ke Halaman Asli

Edy Supriatna Syafei

TERVERIFIKASI

Penulis

Generasi "Zaman Now" yang Beruntung Menyaksikan Super Blue Blood Moon

Diperbarui: 1 Februari 2018   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persiapan menyaksikan super blue blood mood di Kanwil Kemenag Provinsi Aceh. Foto | Kemenag

Generasi zaman now patut bersyukur, karena peristiwa gerhana bulan yang dikenal sebagai Super Blue Blood Moon dan terjadi pada Rabu (31/1/2018) ini dapat disaksikan di berbagai belahan bumi Indonesia.

Mengapa harus bersyukur?

Sebab, anak zaman now tidak perlu takut seperti orang-orang tua zaman dulu yang memaknai kala terjadi gerhana matahari atau bulan sebagai tanda adanya peristiwa buruk.

Generasi now juga tak "termakan" mitos mahluk halus Wewe Gombel seperti yang terjadi pada zaman old. Hal itu tidak lain karena kemajuan teknologi ilmu astronomi yang menjelaskan tentang fenomena langka itu.

Para ahli astronomi memperhitungkan, gerhana bulan serupa itu baru dapat terulang kembali 100 tahun ke depan. Jadi, anak zaman now tidak perlu berharap mengulang untuk menyaksikan peristiwa serupa lantaran keburu wafat. Usia harapan hidup manusia kini kira-kira 70 tahun.

Para ahli astronomi --yang mempelajari dan meneliti benda langit (seperti bintang, planet, komet, dll) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi-- kini semakin berkembang dengan ditunjang kemajuan teknologi.

Kemajuan zaman dan teknologi memang telah mengantarkan manusia semakin paham tentang fenomena alam. Karenanya, peristiwa langka itu dapat disikapi sebagai peristiwa alam yang memang sudah menurut ketentuannya, sesuai Sunnatullah. Atau menurut ketentuan-Nya sebagai Rabb yang terlaksana di alam semesta yang dalam bahasa akademis disebut hukum alam.

Berbeda dengan orang-orang tua di zaman tempo doeloe. Di zaman old, gerhana matahari atau pun gerhana bulan yang dalam Islam (yang disebut kusuf dan khusuf) sering dikaitkan dengan kejadian di luar logika. Bahkan di Tanah Air berkembang mitos, ketika terjadi gerhana bulan ada anak kecil dibawa makhluk "halus" yang disebut Wewe Gombel.

Kala penulis masih "bau kencur", di kampung-kampung banyak warga memukul-mukul benda beramai-ramai. Katanya, untuk mengusir mahluk halus.

Dan, di Jazirah Arab pun ada kepercayaan dan pemahaman keliru bahwa tatkala terjadi gerhana mereka mengaitkan dengan tokoh atau orang terkemuka yang wafat.

Terkait peristiwa ini, Pemerintah mengajak kepada semua pihak agar tidak melewatkan momen langka ini. Bahkan di beberapa daerah yang dilewati gerhana tersebut berbagai fasilitas disediakan untuk menyambutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline