Lihat ke Halaman Asli

Jangan Malu "Bermental Tempe"

Diperbarui: 14 Juli 2020   10:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

liputan6.com

KOLOM

Makanan sederhana dan sangat tradisional yang umumnya terbuat dari kacang kadelai dengan proses peragian dibungkus daun pisang atau plastik bernama tempe. 

Dari dulu, orang menyebutnya begitu dan bentuknya tidak pernah berubah sejak puluhan tahun lalu. Ketika saya masih anak-anak, tempe yang saya kenal juga seperti tempe yang kini saya sering makan sehari-hari.

Ketika makan tempe, saya tidak pernah membayangkan bagaimana proses membuat jenis makanan ini. Saya hanya tahu bahwa tempe terbuat dari kacang kedelai. Setelah melalui proses yang dulu juga tidak saya ketahui, kini saya menjadi kepo untuk menulis tentang tempe.

Terlepas tapi harus terkait dari ungkapan yang selalu membuat saya bingung, yaitu "bermental tempe", saya tetap mengidolakan makanan ini menjadi kebanggaan diri sendiri. 

Bukan karena harganya murah atau banyak dijual di pasar. Akan tetapi, alasan yang sangat pribadi karena lidah saya lebih suka makanan asli Indonesia. Akan tetapi, juga tidak berarti makanan dari luar negeri merupakan makanan yang tidak enak.

Kekepoan saya terhadap tempe semakin menjadi-jadi setelah saya tahu bahwa hari ini benda ini menjadi sangat popular di media sosial twitter. Tulisan ini bukan untuk menyaingi kepopuleran kata ini di media itu. 

Akan tetapi, pertanyaan yang meloncat-loncat di benak saya, mengapa makanan yang sudah melegenda di Indonesia ini selalu dipendang sebelah mata. Bahkan, ungkapan "bermental tempe" masih melekat di hati pengguna bahasa.

Mengutip tulisan di media daring di suharyanto.wordpress.com/, "Dasar, mental tempe!" Apa yang dirasakan apabila kalimat tersebut ditujukan kepada Anda? Mungkin saja Anda akan merasa tidak senang, jengkel dan marah. Kalaupun anda tidak marah mungkin akan menganggap bahwa itu adalah kata-kata untuk menunjukkan sesuatu  yang "negatif".

Padahal, tempe yang secara fisik terlihat lemah, lembut, dan mudah busuk tidak harus diidentikkan dengan mental seseorang yang secara fisik lemah, lunglai, dan mudah hancur. Kita harus membuang ungkapan yang membuat bangsa kita menjadi generasi yang lemah, mudah hancur. 

Bukankah, tempe adalah makanan yang bergizi, mengandung banyak vitamin, dan kaya dengan protein yang sangat berguna untuk meningkatkan kekuatan fisik serta kecerdasan otak. Lalu, mengapa sekali lagi diidentikkan dengan kelemahan, kehancuran?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline