Lihat ke Halaman Asli

I Ketut Suweca

TERVERIFIKASI

Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Menyoal "Writing Mood" dan Perlunya Jeda dalam Dunia Tulis Menulis

Diperbarui: 31 Januari 2022   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kegiatan tulis-menulis juga perlu jeda. Sumber: Kompas.com/Oik Yusuf

Pada kesempatan bedah buku belum lama di sebuah kampus, saya ditanya oleh seorang peserta yang merupakan dosen setempat. Pertanyaan ibu dosen ini seputar mood dalam menulis.

"Pak, saya sebenarnya suka menulis. Tapi, mood menulis saya sering naik-turun. Bagaimana cara mengatasi agar mood itu bisa stabil?"

Begitulah kurang-lebih pertanyaan dosen itu.

Berpatokan pada Mood?

Terhadap pertanyaan itu, saya jawab dengan pengalaman pribadi dalam menulis. Saya bilang bahwa saya tidak lagi menulis berdasarkan mood menulis (writing mood). Mengapa? Karena mood saja tidak bisa diandalkan!

Bagaimana kalau mood menulis yang diharapkan tidak kunjung datang? Misalnya, dia datang sekali waktu saja, lalu nggak pernah datang lagi? Hasilnya, tidak banyak karya tulis yang bisa kita hasilkan.

Mood itu identik dengan suasana hati. Kalau hati lagi ingin menulis, ya, menulis. Kalau sedang nggak ada mood, ya, tidak bakal menulis.

Orang yang tergantung pada suasana hati pada umumnya menghasilkan karya berdasarkan moodnya juga. Jadi, tingkat kontinuitasnya tidak bisa dijamin.  

Syukur-syukur kalau mood itu rajin datang. Tapi, kalau tidak? Oleh karena itu, menurut penulis, lebih baik tidak menggantungkan diri semata-mata pada suasana hati. Lebih baik berdasarkan pada usaha untuk menghidupkan semangat menulis secara konsisten.

Kita mesti menyemangati diri sendiri untuk mulai menulis. Menyemangati diri dalam arti sedikit memaksa diri untuk mulai menulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline