Lihat ke Halaman Asli

Abu Bakar, Sang Khalifah Berhati Lembut

Diperbarui: 31 Oktober 2019   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Secara garis besar, masa awal pemerintahan kekhalifahan Abu Bakar adalah masa dimana seluruh umat muslim masih merasa kehilangan sosok figure dan contoh terbaik, yaitu Rasulullah saw. Abu Bakar As-Sidiq merupakan sahabat Rasulullah yang setia kemanapun Rasulullah pergi, selalu mempercayai dan meyakini apa yang terjadi dengan Rasulullah.

Salah satunya adalah peristiwa Isra Mi'raj, jika difikirkan dengan akal manusia maka peristiwa ini tidak akan bisa diterima oleh akal dan fikira. Namun berbeda halnya dengan Abu-Bakar, ketika Rasulullah menceritakan peristiwa tersebut ia meyakini akan adanya peristiwa tersebut.

Masa pemerintahan Abu Bakar sering disebut sebagai gambaran dari Demokrasi yang sesunggunya. Gambaran tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kebebasan dalam mengemukakakn pendapat bagi setiap masyarakat kepada khalifah. Selain itu, dalam masa pemerintahannya Abu Bakar selalu menegaskan bahwasannya "Amanah itu bukan permintaan, namun ketika amanah itu diberikan maka harus dilaksanakan sebaik mungkin".

Kelembutan hati seorang Abu Bakar As-Siddiq dapat tercerminkan ketika mendamaikan antara kaum Ansar dan Muhajirin setelah wafatnya Rasulullah. Hal ini menjadi ciri dasar atas proses diplomasi yang dilakukan oleh Abu Bakar yaitu Diplomasi berbalutkan ajaran Islam. Diplomasi yang dilakukan dalam mendapatkan kepentingan dan menyelesaiakn permasalahan bersama lebih kepada nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.

Hal ini lah yang digambarkan oleh diplomasi Islam dalam mencapai tujuannya. Adapun diplomasi yang dilakukan oleh Abu Bakar As-Siddiq dengan menggunakan nilai-nilai diplomasi Islam adalah:

Menyelesaiakan permasalahan antara kaum Muhajirin dan Ansar ketika adanya perbedaan pendapat dalam keputusan siapa yang berhak menggantikan Rasulullah setelah Rasulullah wafat.

Tegas dalam hal-hal yang bersifat dead price

Tidak bersifat otoriter, menghargai setiap pendapat orang lain meskipun pendapat tersebut tidak sesuai dengan keinginannya.

Bisa menyelesaikan masa peralihan tanpa adanya peperangan, yaitu dengan menggunakan cara musyawarah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline