Sudah lama saya mencurigai sosok Gatot Nurmantyo! Ia adalah pribadi yang sedang meraup pesona publik yang sedang mencari alternatif pemimpin masa depan di negeri ini. Nostalgia pemimpin gagah, tegas, cerdas dan patriotik setidaknya memenuhi perspektif isi kepala publik saat ini di sosok Nurmantyo.
Nurmantyo memberi jawaban dari sebagian besar mimpi alternatif pemimpin masa depan di republik ini. Ia seorang prajurit, merakyat, dekat dengan para ulama dan tak diragukan kesetiaan pada negaranya. Ia menjadi sosok yang menghiasi perspektif publik saat ini. Bahkan gambar Nurmantyo saat ini masih menghiasi ruang-ruang publik dimulai momen 5 Oktober.
Sekali lagi saya sangat mencurigai Nurmantyo untuk menjadi alternatif pemimpin di negeri ini. Menjelang Pilpres 2019 akan ada suasana hangat-hangat panas psikologi kolektif bangsa kita. Publik akan saling melontarkan dukungan pada sosok-sosok tertentu plus "hujatan" pada tokoh yang dianggap pesaingnya. Ini dinamika wajar yang akan terjadi di tahun politik 2019.
Sebagai pendidik saya berharap tahun politik dan riak demokrasi di negeri ini makin matang, edukatif dan adem. Kehadiran Nurmantyo semoga mewarnai suasana politik 2019 lebih adem. Kedekatan Nurmantyo dengan rakyat dan para ulama adalah modal poitik yang baik bagi dirinya.
Pernyataan Nurmantyo terhangat saat ini adalah bahasa tubuh politik Dia yang harus kita curigai. Ketika Ia mengatakan "dukungan" pada Jokowi untuk terpilih kembali pada Pilpres 2019 agar pembangunan dapat berjalan tersambung sampai 10 tahun adalah pernyataan politik. Ini harus dicurigai.
Judul di Tempo.com yang menuliskan "Bayangkan Kalau 2019 Nanti Bukan Jokowi" ucapan ini terlontar dari sosok Nurmantyo yang sebagian orang selama ini mengganggap akan menjadi lawan politik Jokowi di Pilpres 2019. Pernyataan Nurmantyo "mendukung" Jokowi dihadapan "jamaah" Nasdem yang memang mau mengusung Jokowi di tahun 2019 telah memancing simpati "jamaah" Nasdem.
Teriakan mengelu-elukan Nurmantyo jadi calon Wapres menggemuruh di kader Nasdem. Nurmantyo cukup berani melontarkan pernyataan yang menjelaskan bahwa terpilihnya Jokowi tahun 2019 sangat penting untuk melanjutkan program pembangunan yang sekarang ini sedang dijalankan.
Dia menilai Indonesia sebagai negara yang aneh karena tidak mempunyai rancangan pembangunan jangka panjang. "Rancangan sepuluh tahun aja enggak ada. Adanya rencana lima tahunan dan diserahkan pada presiden," Nurmantyo memberikan pesan bahwa Jokowi harus dipilih kembali untuk melanjutkan pembangunan yang saat ini sedang dilakukan karena tidak cukup 5 tahun.
Perspektif Nurmantyo yang mendukung setiap Presiden sepuluh tahun berkuasa agar pembangunan sustain karena tidak cukup lima tahun menjadi bahan pemikiran kita bersama. Bahkan Dia mengatakan berkat jasa SBY sepuluh tahun berkuasa, kita semua bisa melanjutkan pembangunn Indonesia saat ini.
Bagi sebagian orang yang "benci" Jokowi dan kagum pada Nurmanyto ucapannya tentang dukungan pada Jokowi agar dapat menjadi Presiden satu periode lagi demi pembangunan akan membuat kecewa. Namun Nurmatyo adalah Jenderal dan Panglima yang "SK" karirnya dari Jokowi. Ia pantas berterimakasih pada Jokowi apapun bahasa diplomasinya.
Nurmantyo orang cerdas dan hebat. Saat gelombang 212 menguat Ia tetap mendapatkan simpati. Ia seperti berpihak pada ulama dibanding pemerintah. Padahal sebenarnya Ia berpihak pada semua. Ia adalah prajurut yang setia NKRI. Ia tidak berpihak pada satu golongan. Kecuali golongan rakyat Indonesia.