Lihat ke Halaman Asli

Dialog Singkat Datuk Maringgih dan Midun

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hijaunya hamparan sawah dan kebun sayur dikaki gunung Marapi merupakan suatu pemandangan yang sangat indah untuk mengobati resah yang menghinggapi suasana hati dan pikiran Midun, ditambah dengan terpaan angin gunung yang sepoi-sepoi basah membuat Midun hanyut dengan khayalan-khayalan nakalnya. Tiba-tiba Midun tersentak oleh tepukan Datuk Maringgih tepat dipundak Midun, sapaan basa-basi Datuk membangkitkan kembali Midun dari energi kemalasan menjadi semangat seperti kebiasaan Midun sehari-hari. Midun merupakan seorang PNS muda yang bekerja pada Dinas basah (itu opini publik lho) di Kementerian yang sangat diminati orang-orang muda seperti Midun yang punya semangat dan talenta mengagumkan, bagai mana tidak sepanjang mengikuti sekolah sampai wisuda Midun selalu lulusan terbaik diangkatannya.

Singkat cerita Datuk Maringgih yang sudah akrab dengan ponakannya mencoba menebak pikiran Midun, dengan menanyakan kegalauan Midun dihari libur yang tidak seperti hari-hari libur yang lalu.

DM : Sepertinya ponakanku hari ini galau pikirannya padahal pagi ini angat cerah dan bisa KKN (keliling keliling negeri), jangan-jangan batinnyapun ikutan galau, apa gerangan yang terpikir apa ada usaha mu yang macet atau merugi atau pekerjaan mu terlalu banyak dan susah membagi waktu, ya sudah berhenti saja jadi pegawai fokus saja pada bisnis keluarga.

Md : Nah… itulah yang saya risaukan Datuk, semuanya berkat izin Allah lancar-lancar saja, bisnis peninggalan almarhum Bapak tidak ada masalah karyawannya umumnya jujur, memang ada saja satu dua yang bertingkah tapi tak ada masalah dan masih bisa dibina. Yang jadi pikiran saya hari ini dengan posisi masih staf biasa pada tempat kerja dan dengan gaya hidup saya yang agak berkelas dari rekan kerja membuat atasan saya bingung dan kadang seperti menduga-duga dari mana saya bisa beli mobil merek berkelas padahal kan cuma warisan.

DM : Dari dulu kan Datuk dah bilang PNS itu miskin ditertawai dan kalau kaya dicurigai malah yang lebih dahsyat difitnah oleh tetangga atau sesama PNS itu sendiri, makanya dibanding dengan penghasilan dari usahamu, gaji yang kamu terima kan lebih rendah… iya kan.

Md : Betul Datuk…, saya tidak munafik juga bahwa suatu saat nanti saya berharap saya promosi dan dapat jabatan maka otomatis gaji yang saya terima bertambah juga, akan tetapi yang jadi buah pikiran saya apakah PNS itu benar-benar hidupnya harus miskin atau paling tidak dipaksa sederhana, dan tidak bolehkah PNS mendapat uang tambahan selain gaji walaupun itu halal. Orang seperti saya kan bukan satu-satunya yang punya warisan usaha, malah banyak anak muda sudah mapan berusaha sendiri lalu untuk menaikan harga diri dan meningkatkan pergaulan mereka menjadi tokoh untuk membagi ilmu dan kecerdasan mereka, apakah itu salah Datuk.

DM : Kalau Datuk tak pusing-pusing amatlah, dunia ini hanya sementara dan bagi Datuk istri cukup empat dan tidak berkelahi alias akur-akur saja ya sudah, yang penting tidur lelap makan enak tidak ada masalah dikampung ini.

Obrolan mereka terhenti tatkala hand phone BB datuk berdering, dan tanpa permisi Datuk Maringgih berlalu meninggalkan Midun yang masih ingin membagi kegalauannnya dengan datuknya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline