Lihat ke Halaman Asli

MAHKOTA Ini Milik Siapa...

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

MAHKOTA. Sejauh kumengingat.. ia pertama disematkan oleh dia ke puncak kepala ini sore itu, 37 tahun lalu, di taman samping dekat anak tangga kediaman Dokter Tumada, Beib.. Mahkota cantik.. yang ia rangkai sederhana dari beberapa tangkai kembang tanah liar sekitar kediaman sang Dokter.. di Enarotali. ..aku kira, pucuk-pucuk rekah keemasan kembang Anggrek Tanah puncak bukit tepian Danau Paniai itu dapat pula merasakan semburat rona jingga yang menjalar hangat di kedua pipi mungil ini sore itu. Menjadi saksi bisu.. ketika sang sepasang bocah Batita sedang relakan diri tunduk pada semburan impulsi kemurnian. Di saat keduanya masih sama-sama berusia 2 tahun. ..hmm. . . . . MAHKOTA. Seingatku.. ia terakhir disematkan di lingkar atas kepala ini tepat seminggu lalu, di salah satu sudut resto Mal itu, oleh Putera kesayanganku.. di tengah ribetnya aku mempersiapkan uba rampe acara sederhana baginya, memperingati berulangnya tanggal kelahirannya, lusa. Acara yang lalu terpaksa kutunda lantaran keterbatasan raga ini seminggu terakhir. Sebuah Mahkota sederhana, yang terbuat dari kertas tebal.. bergambar tokoh kartun favoritnya. Di Jakarta. Ribuan mil jauhnya, dari lokasi pertama kepala ini menerima berkah dimahkotai. . . . . MAHKOTA. Ia dapat mewujud sebagai sebuah benda biasa.. yang terbuat dari ragam material. Dari material alami, maupun olahan. Ia dapat dibuat hanya dengan zero budget, hingga menghabiskan dana trilyunan bahkan di luar nilai hitung dalam mata uang Negeri manapun. Fantastik. . . . . MAHKOTA. Ia dapat pula bermakna simbolis. Sebagai simbol, ia dapat bermakna sedemikian keramat. Didamba.. dikejar.. dihormati.. dijunjung.. bahkan dipertahankan dan diperebutkan hingga tetes darah terakhir. Betapa ia keramat sekaligus "keramat" . . . . . dan naif, ternyata. . . . . Dua hari lalu kembali kubermimpi dikejar ular jadi-jadian berukuran besar berwarna hitam bermotif doreng warna kuning-hijau-merah, Beib.. Rasanya masih sedemikian menakutkan. Kuatnya dentuman detak jantung ini.. terasa menujam hingga beberapa saat setelah kuterjaga. Lantaran sedang lemahkah ragaku . . ataukah . . . . . . Andai saat bermimpi aku masih berstatus gadis, dengan enteng mereka akan kembali berujar: "Makanya, Non.. Mahkotanya jangan digenggam kelamaan. Diserahkan aja pada salah satu. Tu, khan.. sampai terbawa ke dalam mimpi. Oya, seberapa besar ularnya?.. sempet ngegigit ga'.. " Ada-ada saja, yea.. Apalah arti sebuah mimpi. Dalam kondisi raga yang sedang tergolek lemah pula. . . . . . . . . . Kembali soal mahkota, beberapa hari belakangan kembali mengiang welingan yang pernah diaturaken. . . . . . . . . . Kembali soal mahkota, beberapa hari belakangan sedang muncul wacana soal penerus Ngarso Dalem di Keraton Ngayogjakarta Hadiningrat. Ketika sebuah singgasana di-dawuh-kan kepada seorang perempuan.. sang EMPU kehendak dan titah keperEMPUannya, adakah yang salah, lalu? .... [..masihkah mahkota itu engkau sematkan di rambutku, Beib.. Masihkah aku Ratu di hatimu..?]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline