Lihat ke Halaman Asli

Segelintir Kisah Sang Penggangkut Sampah

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manakala aku melihat seorang pengangkut sampah sedang menjalani rutinitasnya mengangkut sampah, aku merasa mereka begitu gagah. Tahu mengapa ? Mungkin karena mereka mau mengerjakan tugas semulia itu. Coba Anda bayangkan, jika mereka tidak ada maka akan terdapat banyak tumpukan sampah setiap hari. Tentunya yang akan terus bertambah bahkan bisa mencapai berton-ton dalam jangka waktu yang panjang. Nah bila tumpukan sampah itu terdapat disekitar halaman rumah kita, dapatkah Anda bayangkan bagaimana pengaruhnya terhadap lingkungan kita ? Bukan hanya menimbulkan bau yang menyengat saja, namun kerumunan lalat serta serangga lainnya juga akan berdatangan. Penghasilan seorang penggangkut sampah memang tidak seberapa bila dibandingkan dengan kerasnya kehidupan yang ia alami. Kadang mereka harus mendapat perlakuan yang kurang baik dari warga sekitar, seperti ejekan, cacian maupun hinaan karena profesinya yang dianggap kurang membanggakan. Untuk seorang pengangkut sampah dirumahan saja, hanya mendapat kurang lebih Rp. 3000 per bulannya untuk satu rumah. Sementara mereka harus terbiasa dengan bau yang kurang bersahabat dari timbunan-timbunan sampah yang sudah menggunung itu. Namun karena tuntutan kebutuhan hidup, mereka terpaksa menekuni pekerjaan tersebut. Sudah sepatutnya kita membuka mata lebar-lebar akan manfaat dari keberadaan mereka. Kita yang dapat menikmati udara yang segar dan tak perlu khawatir dengan tumpukan sampah, seharusnya sadar akan pentingnya para pengangkut sampah ini. Jangan hanya karena mereka berpenghasilan kecil dan selalu tampak dengan pakaian ala kadarnya, lantas kita malah mengucilkan mereka dari masyarakat. Sanggupkah Anda menjadi seperti mereka ? Mungkin itulah pertanyaan yang pantas dilontarkan kepada mereka yang tidak menghargai jerih payah para pengangkut sampah. Hidup mereka terlalu sulit untuk dijalankan masyarakat yang sudah terbiasa dengan kehidupan yang berkecukupan. Namun jika melihat senyuman mereka disaat memasukkan sampah ke dalam gerobaknya, anggapan itu pun hilang. Entah karena mereka sudah terbiasa dengan profesi mereka sebagai seorang pengangkut sampah atau karena sudah pasrah dengan suratan Yang Maha Kuasa, aku juga tidak tahu. Tapi yang aku tahu dengan pasti mereka sangat tegar menjalani hidup dengan wajah cerianya setiap hari.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline